Tuesday, July 10, 2012

Persinggahan Bernama Dunia #Rehab Hati Bag 9


Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “… Aku di dunia ini tidak lain kecuali seperti seorang pengendara yang berteduh dibawah pohon untuk beristirahat, kemudian meninggalkannya.”[ ]

Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam dianugerahi mutiara kata-kata yang indah dan penuh makna. Kata-katanya singkat tapi menanamkan kesan mendalam, melembutkan hati dan menyeru jiwa-jiwa yang tersesat untuk segera kembali dan memahami, tentang makna-makna dan tujuan dari kehidupan yang singkat ini.

Jika kita mau jujur untuk merenungkannya, kehidupan dunia ini sesaat dan teramat singkat. Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam mengibaratkan ummatnya di dunia ini bagaikan musafir-musafir yang sedang berteduh di bawah pohon – dalam perjalanan berhari-hari menempuh ribuan kilometer menuju sebuah tujuan – beristirahat sebentar, lalu berangkat lagi menuju alam berikutnya.

Duhai jiwa yang berfikir...
Seberapa lama kah kita berteduh untuk beristirahat?

Waktu istirahat yang sebentar itu bukan sekedar untuk melepas lelah. Kita berteduh untuk mengumpulkan energi, mengumpulkan bekal… untuk perjalanan selanjutnya yang teramat sangat-sangat panjang. Teramat jauh dan tak ada ujung ditepiannya, berakhir dengan kekekalan. Tak ada yang kekal di dunia ini, tak ada yang abadi.

Semuanya hanyalah tentang waktu, semuanya akan kembali kepada Allah Dzat Yang Maha Kekal Wujud-Nya, Dzat Yang Maha Tetap (Al Baaqii (الباقي) atau Dzat Yang Maha Abadi, tidak pernah ada yang mengawali dan taka da yang mengakhiri pula.

“Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal..” (Q.S. An Nahl: 96)

Dialah Dzat Yang Maha Kekal, Dzat yang berhaq disembah dan menjadi tujuan semua mahluk-Nya.

“Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, Tuhan apapun yang lain. tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (Q.S. Al Qashshash: 88)

Benar, bahwasannya hidup ini adalah sebuah pilihan.
Di persinggahan ini kita akan mendapati banyak teman yang membenarkan dan bersepakat dengan kita, hingga kemudian kita berasumsi jalanan itu benar. Sementara Allah Subhannahu wa Ta’ala hanya memberikan kita dua jalan. Jalan menuju-Nya dan jalanan lain.

Jika kita telah memilih jalan menuju sebuah pertemuan dengan Allah Subhannahu wa Ta’ala, maka kebahagiaanya pun harus kita cari di jalanan itu, dalam jalanan al Islam ini. Jiwa yang penuh pengharapan dalam do’annya, mereka yang bersegera memulai kesungguhan dalam langkahnya, mereka yang tetap berjalan dijalan-Nya meski berliku-menanjak-berkerikil dan dipenuhi duri-duri, mereka akan dianugerahi hidayah-Nya sebagai lentera yang menerangi. Mereka terus mendekat dan mendekat lagi, mereka terus melangkah dengan hati yang berbahagia.

Islam yang kita pilih ini adalah jalanan menuju Allah. Di mana seorang Mukmin dan Mukminat akan berbahagia di dalamnya, baik itu di dunia maupun di Akhiratnya.

Betapa malangnya, insan beriman yang tidak berbahagia atas keimanannya, yang menganggap iman sebagai penjara yang mengekangnya. Yang hari-harinya diliputi keresahan, mereka beriman -

tapi tidak merasakan manisnya buah dari keimanan itu sendiri. Mereka terjebak dalam sebuah kekhawatiran panjang, mengira bahwa Dunia ini adalah tujuan utamanya. Hingga semua keinginannya harus tercapai, hingga kakinya lelah, jiwanya letih mengejar tujuan abstrak dengan susah payah dan segala upaya. Bahkan tak jarang, untuk mewujudkannya mereka mengabaikan petunjuk yang telah Allah Subhannahu wa Ta’ala hidayahkan kepadanya, ia memilih untuk menempuh ‘jalan lain’ untuk mencapai keinginannya di dunia saja.

Mereka memanjakan nafsunya, mengantar semua keinginan di dadanya hingga iblislah yang kemudian membimbingnnya. Bisikan iblis leluasa menguasai hampir keseluruhan hatinya, mencemari nuraninya, hingga mata hatinya meredup dan padam. Telinganya tuli dan tidak mau mendengar, jalanan yang ia tuju tidak jelas lagi, jiwanya telah tersesat di persimpangannya di dunia ini.

Mereka mengerjakan yang halal juga yang haram, mencampuradukan Islam dengan logikanya, memilih hukum yang sesuai dengan kebutuhannya. Hingga jalanan yang mereka telusuri semakin membingungkan.

“Seperti menapaki jalan jalan yang bercabang”.

Sungguh hukum-hukum yang Allah Subhannahu wa Ta’ala gariskan tidak selayaknya disambungkan dengan logika, tetapi aktifitas berfikir dari logika itulah yang harus diselaraskan dengan informasi dan fakta-fakta dari Al Qur'an yang telah diterangkan dengan terang benderang dalam berbagai tuntunan dan sunnah-sunnah Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam.

Jika kita telah meneguhkan hati untuk memilih jalanan menuju pertemuan dengan Allah, maka tidak ada pilihan lain selain mematuhi Firman-Firman dan ketentuan-Nya secara menyeluruh berdasarkan tuntunan dan arahan dari Rasul-Nya, bukan berdasarkan kecerdasan logika. Apalagi hanya disesuaikan dengan kebutuhan manusia yang sifatnya hina dan fatamorgana.

Jika kita mencampuradukan keduanya, maka hilanglah haq kita untuk bertanya, apalagi berargumentasi dan mengeluhkan nasib diri yang tidak kunjung bahagia. Tentu saja disana tidak akan pernah ada kebahagiaan, disana iman hanya sebuah kisah klasik yang tak ada harganya, hanya tunggul menjemukan dan tidak bertunas.

“Sebuah ketidakmungkinan jiwa akan tenang dan bahagia, jika tidak pernah mencari dan mengaitkan kebahagiaan hati dengan iman itu sendiri. Akankah kita mengecup manisnya buah dari iman jika pohonnya tidak pernah disirami, disayangi dan dipelihara?”

Benih-benih yang tertanam bersama fitrahnya hati itu tidak tumbuh dengan sempurna. Pohonnya tidak tegap, ia mudah digoyahkan, mudah menoleh kemana arah angin berhembus, mudah mengikuti berbagai seruan, rantingnya rapuh dan mudah patah dengan beban berat kehidupan, akarnya tidak lagi kuat dan mencengkram. Hingga ketika badai itu datang, ia tumbang dengan mudahnya. Pohon itu terhanyut dan larut bersama berbagai kekalahan dan kegagalan-kegagalan di persimpangan ini.

Ada milyaran kata di dunia ini, tapi bukan tumpukan buku itu yang membuatmu cerdas memahami kehidupan. Kadang yang engkau butuhkan hanyalah beberapa deret sederhana saja.

Bukankah ada sederetan kata yang mampu membuat kita tertegun?
Ada kata-kata sederhana yang mampu menembus dan menyapa, menggugah, menggetarkan dinding-dinding hati dan mengubah keseluruhanan arah tujuannya.

Seperti ramainya sosok demi sosok yang berdatangan dan singgah dikehidupan kita dengan tingkah laku dan ciri khasnya, ada yang menyakiti, melukai lalu pergi. Lalu sosok lain hadir, menemani kita menertawai kehidupan, mewarnai sesaat lalu ia pun pergi dan hilang. Lalu kita pun saling terlupa dengan mudahnya.

“Sederhana, seperti itulah kehidupan”.

Mereka yang datang, tentu bukan kebetulan saja, mereka telah dikirim oleh Allah Subhannahu wa Ta’ala agar kita tidak bosan dengan hidup ini. Agar jiwa kita tetap hidup, agar kita belajar, agar kita mampu memetik berbagai Hikmah yang bertebaran luas di semesta ini.

Ada dari mereka yang hanya hadir sesaat, namun kehadirannya mampu mengubah kita, membuat kita tidak bisa melupakannya dikeseluruhan sisa hidup kita. Ada dari mereka yang tinggal lama dengan kita namun kehadirannya tidak mampu mengubah apapun tentang kita.

Justru dengan luka itulah biasanya kita tertegun, lalu berfikir untuk sembuh, dari sana seorang manusia cerdas terbangun dan meneguhkan tekadnya untuk tidak terjerumus dalam jurang yang sama. Allahuakbar!

Sederhana, seperti itulah dunia. Hingga Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam mengibaratkan dunia ini hanya setetes air yang menempel dijari yang dicelupkan kelautan. Air yang menempel itu dunia, dan sisanya di lautan luas itu adalah akhirat, akhirat yang luasnya tiada tara. Bukan kadar kebahagiaannya saja yang tentunya lebih dahsyat, tapi juga penderitaannya.

“Akhirat itu akan panjang...teramat panjang wahai saudaraku. Disanalah keabadian!”.

Arti kehidupan ini bukan kehidupan itu sendiri, tapi akhir dari kehidupan dunia ini yang akan berlanjut di akhirat. Hari ini milikmu, maka berbahagialah. Jangan berkata belum ada kesempatan, karena hari ini pun adalah kesempatan.

Akankah Tuhanmu membangunkanmu tadi pagi tanpa sebuah rencana?
Itu adalah bagian dari perencanaan-Nya Yang Maha Sempurna.
Maka bangkitlah, melangkahlah..
Jangan diam.

Dunia ini indah kawan..
Tidaklah engkau lihat Hikmah-Hikmah-Nya bertebaran?

Dunia ini indah kawan..
Sungguh gemerlapnya telah membutakan kita.
Membuat kita lupa jalan untuk kembali, padahal hati itu merindui..

Dalam fitrahnya hati, ada kerinduan. Kerinduan untuk kembali. Kembali ke sebuah tempat di mana dulu kita dilahirkan, sebuah saat di mana kita begitu putih dengan fitrahnya.

Kembalilah kawan.
Dunia ini melalaikan saja..
Kita hanyalah nelayan-nelayan-Nya..
Kita hanya berlabuh sebentar di pantai-Nya.
Kapal menuju pelabuhan abadi yang lebih indah telah disiapkan.

Peluit-peluit telah dibunyikan..
Dan kapal akan segera berangkat, sebentar lagi, sebentar saja.
Bukankah seruan itu berulang-ulang diperdengarkan?

Bersiaplah kawan...
Kita disini hanyalah singgah..
Kita hanya berteduh di bawah pohon..
Singgah sebentar, lalu pergi lagi meninggalkan semua..
Semuanya.

Bukankah bekal untuk sebuah jarak tempuh yang lebih jauh itu harus lebih banyak daripada bekal untuk persiapan perjalanan yang pendek?

Sungguh, disini kita hanya singgah. Beristirahat sebentar untuk mengumpulkan energi, mempersiapkan bekal untuk perjalanan berikutnya yang teramat panjang dan ujungnya tidak berhujung.

Bersiaplah, berhiaslah kawan. Persiapkan baju taqwa terbaikmu, untuk berjumpa dengan-Nya. Agar kita tidak malu..agar kita siap saat panggilan itu tiba.

Dunia ini sebentar saja, kita akan segera meninggalkannya. Jangan sekali-kali meracuni kebahagiaanmu hari ini dengan keluhan. Dunia ini hanyalah persinggahan.. persinggahan bernama dunia.

Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah memberi dunia kepada orang yang disenangi dan orang yang tidak disukai-Nya. (namun) karunia iman itu tidak diberikan, kecuali kepada orang yang dicintai-Nya. Apabila Allah mencintai seorang hamba, niscaya Allah memberinya karunia iman.” [ ]

Begitulah harga sebuah Dunia. Bahkan, dalam sebuah riwayat dari Abdullah bin Masud rhadiyallahu anhu, Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan bahwa penghuni neraka beriman yang terakhir diangkat dan dimasukan ke dalam syurga itu dihadiahi 10 kali lipat dunia.[ ]

Bukankah Dunia ini begitu remehnya?
Sehingga benar, bahwasannya tidak ada lagi hal yang patut engkau khawatirkan tentang dunia ini, akhiratlah yang seharusnya kita risaukan. Risau tentang bekal yang kita bawa, takut jika sepulangnya nanti, kita mendapati diri kita tidak diridhai-Nya. Dunia ini akan kita dapatkan disana, bahkan seandainya kita Muslim terhina sekalipun, 10 kali lipat dunia itu adalah jaminan untuk kita. Kita yang beriman dan jujur dengannya.

Saudaraku, jika saat ini engkau sedang berlari mengejar dunia untuk sebuah kebahagiaan, maka ketahuliah bahwasannya engkau sedang berlari kearah yang berlawanan dengannya. Maka kembalilah..

Layar-layar cinta-Nya masih terkembang. Lautan harapan masih teramat luas menanti sang petualang yang baru saja terbangun. Mari kita pahami kembali tentang arah jalanan ini, tentang di mana dan ke mana kita harus mengarahkan haluan.

.....
BUKU REHAB HATI - NAI
Hal 66 - 72 (Insya Allah, jika ada umur panjang bersambung hingga Hal 450)

Bukunya tersedia, inbox ana langsung dengan format pemesanan: NAMA, ALAMAT, No HP, dan Jumlah Pesanan.

Salam Bahagia
Nuruddin Al Indunissy

No comments:

Post a Comment