Tuesday, July 10, 2012

Urgensi Management Kematian #Rehab Hati Bag 13


Benar adanya bahwa management kehidupan yang baik akan membantu mengoptimalkan management kematian, namun demikian, urgensi management kematian menjadi lebih penting karena kita benar-benar tidak tahu kapan peluru kematian itu menjemput ruh kita dari alam ini.

Peluru kematian itu telah dilepas dan sedang menuju tepat kearah kita. Ia telah dilepaskan dengan taqdir Allah Yang Maha Cermat dengan segala perencanaan-Nya 50 ribu tahun sebelum diciptakan bumi dan langit.

Peluru rahasia yang terus mendekat dalam detik demi detik yang kita lalui.

Inilah sebuah urgensi yang menuntut seorang muslim dan muslimah, agar mereka terus melakukan optimalisasi waktu dan meningkatkan profesionalismenya dalam beramal. Agar persinggahan di bumi ini tidak hanya ia jadikan sebagai goa-goa sunyi penuh penyesalan namun akan ia kenang sebagai taman-taman indah tempat ia dulu bercocok tanam, taman harapan yang kemudian akan ia panen diharinya di akhirat sana.

Hinga, bagi seorang beriman, tak ada lagi banyak kesempatan tersisa untuk bersantai-santai ria, semua waktu adalah saat-saat terbaik untuk mempersiapkan hari pertemuan dengan-Nya. Kesempatan-kesempatan berharga untuk merajut dan menenun kain terindah untuk ia pakai dalam pertemuan terindah dengan RabbNya.

“Agar kita tidak malu...saat pertemuan itu tiba”.

"Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata): "Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke Dunia), kami akan mengerjakan amal saleh, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin".. (Qs As Sajdah: 12)
 
Sebelum kita melihat management kematian, mari kita sapa hati kita terlebih dahulu dengan sebuah berita menggetarkan dari Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam tentang kematian sang maut di negeri abadi.

Abu Said Al-Khudri ra berkata, bahwa Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda; "Pada hari kiamat nanti maut akan didatangkan seperti seekor biri biri yang berwarna keputih putihan, lalu dihentikan diantara Syurga dan Neraka. Diserukan kepada Ahli syurga: Apakah kalian mengenal ini? Penghuni syurga membalikan lehernya kearah penyeru dan menjawab: Ya, Itu maut!

Kemudian diserukan kepada Ahli Neraka: Apakah kalian mengenal ini? Kemudian merekapun membalikan lehernya kepada penyeru dan menjawab; Ya itu Maut!

Kemudian diperintahkan agar maut itu disembelih... dan diserukan; Wahai ahli Syurga, keabadian dan tak ada kematian lagi! Wahai ahli Neraka, keabadian dan tak ada kematian lagi!

Lalu Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam membacakan Surat Maryam ayat 39: "Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputus. Dan mereka dalam kelalaian dan mereka tidak (pula) beriman".

Kemudian beliau menunjuk Dunia dengan tangan beliau [ ].

Inilah sebuah gambaran kengerian yang harus setiap saat terekam dalam ingatan kita. Kepedihan kita di dunia ini akan berakhir dengan maut, maut yang akan kita temui hanya satu kali.  Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam memperjelasnya dengan kisah penyembelihan sang maut. Secara terang benderang beliau ingin menggambarkan bahwa maut itu akan benar-benar berakhir dan tidak ada kematian lagi, sepedih apapun azab yang akan menghantam kita di Neraka sana.

Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
"Maut adalah perkara yang paling sulit, dan setelahnya akan lebih sulit lagi!" [ ]

Wahai saudaraku! Apakah gerangan yang membuatmu mengeluh di dunia yang akan engkau campakan ini?

Seberapa pentingkah nilai dunia yang terus engkau kejar-kejar hingga tubuh itu begitu lelahnya?

Apakah gerangan yang mematahkan hatimu dalam permainan dunia ini?

Pantaskah hatimu yang menagis itu terus bersedih untuk sesuatu yang hina..

Adakah sesuatu yang pantas engkau khawatiri di dunia ini?

Haruskah beban berat yang menindih itu membuatmu lupa kepada siapa semuanya akan dipertanggungjawabkan?

Tak ada kekhawatiran sedikitpun tentang dunia ini. Semuanya akan berakhir dalam maut, dan kehidupan sesungguhnya akan dimulai. Maut adalah mimpi buruk yang akan mengahiri kisah-kisah semua manusia di dunia ini.

Maut laksana sebuah peluru yang setiap saat mengintai kita. Maut nanti akan ditampakan laksana sekor biri-biri yang disembelih dan diakhiri. Setelah maut itu mati maka tidak akan ada kematian lagi. Inilah akhirat yang kekal.. Inilah neraka yang juga kekal!

Di lautan gelombang Neraka kelak tentu tidak akan ada langit yang indah. Tidak ada udara yang bisa kita hirup seperti saat ini. Disana tidak ada nelayan yang kita harapkan akan menolong kesusahan kita, saat kita timbul tenggelam di permukaannya yang mendidih.

Disana tidak ada pantai yang mungkin akan mendamparkan tubuh kita sesaat saja untuk beristirahat dari pedihnya. Gelombangnya tidak akan menyeret tubuh kita ketepian pantai, karena lautan neraka adalah sekam yang tertutup.

Disana tidak ada maut yang akan mengakhiri penderitaan satu jiwa. Cerita maut telah berakhir, dan tidak akan ada kematian lagi.

“Tidak ada kekhawatiran tentang dunia ini”.

Sungguh hati kita adalah dinding yang lalai, menghawatirkan hal-hal yang hina dan mengabaikan hal berharga dan mulia. Terus berpaling setelah seruan itu menyentuhnya, yang mengeras setelah Allah melembutkannya.

Kita terus dan terus berlari dan mempersiapkan diri seakan dunia ini abadi, seakan dunia ini selamanya. Kita sadar namun kemudian kebutuhan memalingkan kita lagi, hingga managemen kematian itu benar-benar terlupa.

“Management kehidupan yang baik memang akan membantu optimalisasi dalam mempersiapkan management kematian, tapi kemudian, urgensi Management Kematian akan menjadi lebih penting - dari management kehidupan dan management apapun - karena kita benar benar tidak tahu kapan peluru kematian itu menghentikan semua rencana kita".

Pertanyaan yang harus kita renungkan adalah; dalam usia berapakah kita akan menemui kematian, lalu kesan apakah yang sekiranya akan Allah Subhannahu wa Ta’ala temukan dalam kematian kita tersebut?

Kematian adalah bukan sesuatu yang harus ditakuti, tapi sesuatu yang harus kita persiapkan. Dengan terus melakukan optimalisasi dalam berbagai profesionalisme dalam beramal dan terus memperluas saham-saham dan investasi kita di negeri akhirat, sebgai salah satu jalan mendekatkan diri kepada ridha-Nya.

Kita tidak bisa mengabaikan persiapan akhirat ini, karena disana kelak kita akan menemui sebuah negri yang asing, negeri yang dahsyat.

Betapa ngerinya jika saat itu kita tidak punya bekal, atau bekal kita hanya sedikit. Sedangkan kita akan berada di Negeri itu bukan 10 atau 20 juta tahun, tapi selama-lamanya.

Betapa terlantarnya kita, saat kita tersesat di sebuah kota besar dan asing lalu disana kita mendapati bahwa saku kita kosong. Tersesat di kota besar sama susahnya seperti tersesat di hutan rimba jika kita tidak punya uang. Akan lebih celaka lagi jika tersesat di kota Akhirat tanpa memiliki amal, karena dari kota akhirat kita tidak bisa kembali ke dunia untuk mencarinya.

Inilah sebuah renungan yang ingin penulis tuangkan melalui pena sederhana ini, bahwasannya seluruh cerita kita – kesuksesan, kegagalan, kesedihan, kebahagian, tawa duka, bencana, kemelaratan, kekayaan, kesenangan – itu akan berakhir dalam dua kemungkinan saja; khusnul khatimah (akhir yang baik) atau su’ul khatimah (akhir/kematian yang buruk).

Khusnul Khatimah dan Suul Khatimah bukanlah undian Tuhan untuk Hamba-Nya, tapi sebuah konsequensi dari keseluruhan rangkaian di berbagai persimpangan yang telah kita lewati di dunia ini.

Bayangkanlah seorang pilot yang sedang menerbangkan pesawat.

Katakanlah pesawat itu terbang dari Jakarta menuju Riyadh menempuh 10 jam perjalanan di ruang udara. Pesawat itu berhasil lepas landas dengan sempurna dari Jakarta dan kini terbang di atas samudra Hindia.

Setelah menempuh perjalanan 8 jam, pesawat telah berada di teluk oman dekat kawasan dubai. Hanya dua jam lagi pesawat dijadwalkan mendarat di kota Riyadh. Disana tiba-tiba angin kencang dan udara basah dengan hujan, tapi badan pesawat tetap stabil karena sang pilot professional hingga bisa melewati berbagai keadaan kritis di udara..

Setelah badai berlalu, tubuh pesawat itu stabil dan perjalanan begitu mulus....

Hanya 30 menit lagi mendarat di bandara. Tapi setelah hampir 10 jam di udara, sang pilot pun lelah. Meski lelah ia sadar perjalanan masih belum selesai, mendaratkan pesawat dari ketinggian 20 kilometer di udara bukan hal yang mudah bagi yang tidak tahu ilmunya.

Sang pilot teramat sadar, jika 5 menit saja dia lengah atau terlelap maka pesawat akan celaka!

Sang pilot tetap tegar dan fokus kepada bandara yang akan ia singgahi. Hingga akhirnya pesawat landing dengan sempurna!

Pesawat yang landing dengan sempurna itu laksana sebuah "Khusnul Khatimah".

.....
BUKU REHAB HATI - NAI
Hal 89 - 94 (Insya Allah, jika ada umur panjang bersambung hingga Hal 450)

Bukunya tersedia, inbox ana langsung dengan format pemesanan: NAMA, ALAMAT, No HP, dan Jumlah Pesanan.

Salam Bahagia
Nuruddin Al Indunissy

No comments:

Post a Comment