Tuesday, July 10, 2012

Kanvas Kehidupan #Rehab Hati Bag 16


rasanya baru saja, 
kemarin kita habiskan masa 
remaja dipersimpangan. 
kebingungan mencari jawaban, 
lalu diam.

Jika saja angin tak mengabarkan
mungkin kita telah lupa, bahwasannya pagi ini, 
kita semua telah berdiri disebuah puncak harapan,
bernama kedewasaan, menatap hamparan
dan jejak-jejak di kanvas kehidupan

Iyah, kita memang pelupa
langkah demi langkah yang kita pilihkan
adalah serangkaian titik-titik, melukis jutaan alenia
menjadi syair dan bait-bait kenangan, 
warna dan sekumpulan nada~nada
Seperti berdatangannya wajah demi wajah,
bergabung menjadi symphoni datang dan pergi,
mengantar kita kepada hari ini..

Hari yang dulu kita sebut masa depan
atau hari yang nanti kita panggil masa lalu

Sungguh kita telah banyak belajar..
tentang satu masa yang tak mudah!
saat lembar demi lembar begitu hitam! kelam 
hingga kita pun enggan mengenangnya
begitupun hari ini,
kawan.

jangan biarkan ia berlalu menjadi mysteri 
tanpa kita ketahui disana ada sebuah akhir
keseluruhan hari-hari ini adalah hadiah 
lembar demi lembarnya laksana kanvas
boleh engkau lukis dengan apapun!
atau engkau biarkan kosong?
biarkan saja ia kosong 
jika engkau enggan!

namun ingatlah,
kawan.

jejak langkah itu
adalah titik sambung~menyambung
membentuk satu garis abstraksi
dan berakhir bermuara dalam satu samudra
di keabadian

tak satu titik pun tersembunyi

semua akan berakhir
dan dihamparkan di hadapan
dalam catatan amal yang menggetarkan 
di mana semua aib terbuka tanpa hakim pembela
disanalah keadilan dipertontonkan!

iyah memang, tak akan semua bisa kita mengerti hari ini.
ada hal yang tersembunyi dalam tirai~tirai hikmah 
ke-Mahaan-Nya

namun ingatlah…
kawan!

lukisan itu, akan kita persembahkan bersama
segera dan entah kapan. 
entah kapan!

jejak~jejak kita hari ini, 
kemarin dan seterusnya
terus melukiskan satu symponi
untuk sebuah kebahagiaan abadi 
atau duka yang juga abadi

duhai jiwa yang nanti mati
mari kemari, kembalilah...

sungguh nanti 
kanvas itu akan dihamparkan dalam satu seruan 
dan kita semua tertunduk malu

disanalah penyesalan sesungguhnya,
kawan.

Sungguh ironis, sekeping hati yang menangis
merasa tak berguna berselimut kegelisahan 
risau saat do'a itu belum kunjung terkabul...
namun tak sedikitpun dihatinya 
terlintas satu kekhawatiran 
atau kegundahan, jika saja.. 
taubat itu masih tergantung
di antara langit dan bumi?

merasa diri begitu hina, namun masih saja! 
senang dalam kehinaan, sementara hatinya enggan
berusaha keluar dari kubangan dosa-dosa,
masih bangga dengan jubah-jubah dosa,
dosa adalah hina, kehinaan yang menghinakan! 


Sementara peluru kematian
terus mengintai dibelakang kepala,
dan jahanam mengancam menyala-nyala.

Tak ada kekhawatiran tentang dunia ini, kawan
Akhiratlah yang sepatutnya kita risaukan, sebuah masa yang panjang dan tak berhujung..

Aduhai..
Sekiranya kematian itu
akan menyudahi sesuatu?

marilah kawan
kita ingatkan kepada diri kita sendiri
bahwa melepas kotoran dosa itu itu wajib 
dan menundanya adalah satu dosa yang lain..
kesalahan fatal yang terus terhitung
sepanjang lamanya waktu penundaan.

Marilah kawan..
kita lukiskan kanvas itu dalam satu irama
di mana cinta adalah bahasanya, berpegangan tangan 
menuju keabadian

Maafkanlah saja
setiap sosok yang engkau sangka telah mendzhalimimu
sesaat sebelum engkau lelap dipenghujung malammu.

Sungguh
tak ada kata kebetulan dalam kamus iman dan konsepsi islam
semua telah terikat rapi dalam details dan ketetapan
taqdir-Nya Yang Maha Gagah!

Mari kita cicil dengan istighfar
atau bayar lunas dengan taubatannasuha!
agar langkah kita ringan, dihari ini atau hari mahsyar nanti.

Agar kita tidak malu, berdo'a-do’a meminta jannah-Nya
namun enggan mengemis ampunan-Nya

Agar nanti kita bahagia, 
bercengkrama dalam satu naungan
berbahagia ditelaganya, di mana ketenangan adalah bahasanya
di mana semua jiwa-jiwa yang beriman di istirahatkan! 
dari lelahnya kehidupan.

Ingat kawan, lukisan itu milikmu
dan langkah yang kau ayun adalah kuasnya
kuas dan kanvas itu milikmu, maka lukislah
seindah mungkin, agar kita tidak malu...
Jangan biarkan hamparan kanvas itu 
dipenuhi dosa-dosa dan pembangkangan
hitam kelam hingga kita tidak mengenali 
jalanan itu dan lupa untuk kembali


ini bukan puisi, hanya renungan
dari sudutan kanvas di sebuah sudut dihariku

Adapun harimu 
Itu adalah kanvasmu, maka lukislah
tak usah engkau ludahi dengan keluhan..

Agar kita tidak malu saat hari itu tiba
Agar kita tenang dalam satu symphony kebagagiaan!



.....
BUKU REHAB HATI - NAI
Hal 118 - 117 (Insya Allah, jika ada umur panjang bersambung hingga Hal 450)

Bukunya tersedia, inbox ana langsung dengan format pemesanan: NAMA, ALAMAT, No HP, dan Jumlah Pesanan.


Salam Bahagia
Nuruddin Al Indunissy

Tanda Tanda Kiamat di Al Haram #Rehab Hati Bag 15

Hiruk pikuk tawaf terus berkecamuk, laksana amukan badai yang tak henti menghantam karang dipesisir pantai diam. Di sekeliling Baitullah inilah gelombang rindu dari penjuru Dunia tertumpahkan.

Jiwaku puas setelah menyelesaikan tawaf, selanjutnya aku berusaha untuk keluar dari gencatan tubuh-tubuh besar diantara kerumunan tepat di bibir pintu multazam, menyelinap melawan arus yang terus menghimpitkan tubuh ke dinding Baitullah.

Diantara kecamuk aktifitas tawaf disana terlihat para mutawa al Haram terus mengingatkan para jemaah yang histeris dan menciumi dinding multazam hingga hampir lupa diri.

“Bid’ah ya hajj.. bid’ah ya hajj.. khalas khalas…”
Katanya sambil memegang bahu mereka dan mendorongnya untuk segera melanjutkan tawaf. Perilaku seperti ini memang tidak dicontohkan dan sangat mengganggu aliran tawaf. Namu banyak jemaah yang tak kuasa menahan diri dari tarikan magnetis yang menarik dan membuat mereka - yang bertemu pertama kalinya bertemu dengan Baitullah – ingin mendekat dan memeluknya erat.

Baru sekitar 5 menit dari saat itu aku bisa keluar, mencari letak Hijr Ibrahim dan Hijir Ismail untuk menunaikan dua rakaat di masing-masingnya, untuk menutup rangkaian prosesi tawaf.

Proses selanjutnya adalah sa’I, berlari-lari kecil antara bukit safa dan marwa. Dua bukit yang terpisah jarak sekitar 200 meter itu kini telah berada di dalam kubah masjidil haram dan menjadi bagiannya. Bahkan situs ini telah ditingkatkan hingga 4 lantai keatas untuk antisipasi musim haji dan ramadhan yang selalu padat pengunjung.

Tak ayal lagi, suasana sa’i kini tidak lagi bernuansa alami. Disana tidak ada lagi cerita bukit safa yang panas atau debu-debu beterbangan di bukit marwa. Lantainya telah dilapisi marmer yang sejuk, batu alami di kedua bukit itu telah dibatasi dinding kaca. Hingga para jemaah harus puas dengan memandanginya dibalik kaca tebal yang mengelilinginya. Begitupun bukit marwa, meski tempat itu masih layak untuk disebut bukit karena puncaknya masih telanjang. Hanya saja tanjakan menuju bukit itu saat ini bisa ditempuh dengna kursi roda automatis yang ada disana.

Jemaah dapat dengan mudah menunaikan 7 putaran bolak-balik antara safa dan marwa itu dalam dua koridor terpisah membentuk lingkaran oval memanjang. Dilantai satu ini suasana sa’i masih terasa, karena masih ada tanjakan dan turunan, juga bisa menatap langsung bebatuan asli di bukit tersebut. Namun beda halnya ketika koridor lantai satu yang lebarnya masing-masing berkisar hanya 5 meter ini telah penuh sesak. Tak ada pilihan, jemaah harus rela sa’i di lantai dua, tiga atau empat.

Saya pun naik ke lantai 4. Di lantai ini proses sa’i hanya berbentuk jalan-jalan santai saja. Bolak-balik mengitari dua kubah yang membentuk payung raksasa dua bukit safa dan marwa yang terletak jauh di lantai satu sana.

Inilah sa’i dijaman yang sudah modern. Di pinggiran jalanan sa’i telah tersedia kran-kran air zamzam yang bisa diminum sepuasnya, kapanpun. Di sebelah kiri masjid, gedung raksasa “Royal Clock Tower Mecca” sudah hampir sempurna. Disekitaran al haram, bebukitan sedang dipenggal dengan mesin-mesin kasar. Bunyi meraung-raung, debu-debu beterbangan. Disebelah kanan dua tower al haram baru sedang didirikan. Sebentar lagi masjid ini melebar hingga kelantai 5, 6 dan 7 membentuk lingkaran tak sempurna mengelilingi Baitullah.

Tak lama lagi bangunan mewah apartement dan hotel-hotel berdiri bak pucuk yang tumbuh liar dimusim semi.

Gedung gedung dan gedung! Bangunan serakah itu sebentar lagi sempurna. KFC milik si yahudi telah nongkrong di pojokannya, Dar Al Tauhid Hotel yang menjadi bagian dari rantai InterContinental Hotel Group yang juga milik Amerika telah lama berdiri dipelataran Al Haram.

Pertanda apakah ini?

Dari  Abu  Hurairah rhadiyallahu ‘anhu, Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda: "Hari kiamat tidak akan terjadi sehingga orang-orang berlomba-lomba dalam meninggikan bangunan." [[1]]

Dari Anas rhadiyallahu ‘anhu, Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda: "Diantara tanda kiamat adalah manusia berlomba-lomba membangun masjid." [[2]]

Bukankah kesan itu telah muncul di hadapan?
Jiwaku seperti menggeletar menyaksikan semunya, seperti terbangun dari tidur yang panjang, mataku seperti sayu mengingat kembali tentang sebuah akhir yang terakhir dari dari arah jalanan yang kulalui selama ini. Tak sadar mataku berkaca-kaca;  ada kontruksi besar besaran di Al Masjid Al Haram.

"Mungkinkah bukit di sekeliling masjid di lembah ini akan diratakan...? Jika sudah rata, bukankah lembah suci yang terjaga itu kini tiada lagi, lembah itu kini berubah menjadi taman kota dengan gedung-gedung pencakar langit?”

Begitupun ketika kaki ini pertama kali mencapai halaman depan Masjid ini. Pengunjung disuguhi pemandangan yang mengherankan, ada logo KFC menyeringai di pojokan halaman al Haram. Tepat disebelah kanannya, berdiri angkuh sebuah kompleks apartemen & hotel yang ukurannya seakan ingin menelan masjid suci ini.

Disekelilingnya berdiri hotel-hotel megah, milik investor asing. Rasa heran saya semakin besar ketika memperhatikan sebuah logo di sebuah Hotel persis dihalaman Al Haram. Tertulis “Dar Et Tawhid InterContinental Hotel”. InterContinental Hotel Groups (IHG) ini adalah brand hotel milik Amerika yang memiliki lebih dari 3.500 hotel yang tersebar diseluruh dunia, 20 hotel diantaranya tersebar di seluruh jazirah ini.

Saat berziarah ke Madinah, disana keheranan itu dimulai. Hotel milik Amerika itu juga terdapat di kota Madinah. Berdiri angkuh di samping Masjid Nabawi dengan nama yang menyilaukan: “Dar Al Iman InterContinental Hotel”.

Saya mendapati wajah Al Haram ini sudah benar-benar berubah.
Bukit di sekeliling lembah yang terjaga – sejak Nabi Ibrahim alaihi sallam dan putranya yaitu Nabi Ismail alaihi sallam meletakan batu pertama Baitullah itu – sudah tidak utuh lagi. Bukit bukitnya satu persatu menghilang dan berubah menjadi apartemen mewah…

Debu-debu beterbangan…
Mesin-mesin bergaung menanamkan kontruksi gedung-gedung raksasa disekeliling Masjidil Haram. Lembah Nabi Ibrahim ini hampir saja menghilang dan berubah menjadi pusat perbelanjaan yang memukau. Lembah itu telah diacak-acak oleh tangan-tangan manusia serakah.

Subhanallah. .
Sungguh saya tidak ridha, jika lembah ini ternodai. Meskipun pembangunan besar-besaran ini tidak dipungkiri memang memberikan efek baik bagi lembah makkah ini. Dengan adanya gedung-gedung ini, setidaknya lautan manusia yang berpusat dari seluruh dunia akan tertata dengan baik. Jutaan manusia yang memenuhi lembah ini diharapkan tertampung dengan akomodasi hotel-hotel tersebut.

Namun haruskah merubah kesan sakral tempat ini dengan pusat bisnis? Bukankah kesan “kemegahan” itu tidak harus dimunculkan di situs paling suci Islam ini?

“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainulyaqin, kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu)”. (QS At Takasur 1-8)

“Ada nuansa yang berbeda, jika anthum mengunjungi Masjidil Haram saat ini”.

Mungkin kebanyakan orang biasa-biasa saja melihat banyak perubahan di sekitar Masjidil Haram. Mungkin kebanyakan akan senyum terkagum-kagum melihat gedung-gedung mewah berdiri kokoh di samping Masjidil Haram.

Namun, demi Allah! Saya mendapati getaran dan kesan yang berbeda. Sebuah pertanyaan besar hinggap dibenakku. “Pertanda apakah semua ini?”

Mari sejenak kita lihat kembali, tentang aktifitas keserakahan manusia di Bumi Allah ini. Mereka tak henti-hentinya berlomba-lomba membangun gedung paling tinggi di dunia, seakan mereka lupa Dunia ini akan kita tinggalkan.

Masih hangat di ingatan ketika January 2010 lalu, Perdana Mentri Dubai (Uni Emirat Arab), Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum meresmikan Burj Al Khalifa, nama gedung tertinggi di dunia dengan ketinggian diatas 800 meter mengalahkan ketinggian pencakar langit di Taipei dan sederetan nama gedung-gedung pencakar langit lainnya saat itu.

Negara-Negara teluk saat ini sedang terus menerus merencakan pembangunan gedung-gedung pencakar langit di ibu kotanya masing-masing. Saudi sendiri sedang membangun 14 gedung pencakar langit di Riyadh, Jeddah dan Makkah. Beberapa darinya telah sempurna.

Mereka terus menghiasi ibu kotanya dengan ratusan gedung-gedung pencakar langit dengan bentuk-bentuk yang unik dan cantik, mereka terus berlomba-lomba membangun gedung tertinggi di negerinya masing-masing seakan mereka akan hidup di dunia ini untuk selamanya.

Disatu sisi menakjubkan dan di sisi lain menakutkan. Bagi orang beriman tentunya ini adalah hal yang sangat menggetarkan hati. Bergetarkah hatimu saat kesan perlombaan itu mendesak pekarangan Al Masjid Al Haram?

Disinilah lembah peradaban Islam berawal. Dari lembah inilah cahaya fajar Islam mulai merekah, cahayanya mulai bersinar keseluruh dunia. Lembah ini terjaga dari masa kemasa. Lembah yang menyimpan Masjidil Haram, masjid yang menyimpan Baitullah. Kearah lembah inilah setiap saat wajah wajah mukminin-mukminat terarah, menghadapkan wajahnya kepada sebuah simbol Rumah Allah/Baitullah.

Lembah ini tak pernah sepi dikunjungi jutaan manusia dari berbagai penjuru Dunia, setiap saat, setiap waktu. Dirindukan mereka yang belum pernah mengunjunginya bahkan juga dirindukan mereka yang telah mengunjunginya, berkali-kali sekalipun. Tak pernah ada yang bosan menemui masjid ini. Semua ingin kembali kesana, merasakan getaran rindu yang mendalam ketika sudah merengkuh nikmatnya shalat di Masjidil Haram tepat dihadapan Baitullah.

"Siapakah gerangan yang merencakan gedung-gedung ini. Kenapa harus di halaman Masjid yang suci ini?"

Di tower paling tinggi disebelah kanan Masjidil Haram terdapat sebuah Jam Raksasa yang berdiameter tidak kurang dari 40 meter, jam ini dipasang di empat sisi tower hingga terlihat dari semua arah. Menurut harian Arab News, jam tersebut mulai berdetak secara resmi tanggal 1 Ramadhan 1432 Hijriyah lalu.

Kompleks Hotel dan apartement yang diberi nama Al Braj Al Bait atau The Royal Clock Tower Mecca ini memakan tempat hampir satu juta lima ratus meter persegi di wilayah selatan masjidil Haram. Komposisinya memiliki tujuh menara, beberapa Hotel bintang lima, dua helipad, ruangan konference, restoran, dan pusat perbelanjaan.

Disebelah kiri kompleks ini, sebuah proyek besar juga terlihat sedang menggarap kompleks apartement dan puluhan hotel bermenara tinggi. Ini terlihat dari poster besar perencanaan proyek yang dipajang diseberang jalan menuju gerbang utama masjid ini.

Selain bangunan-banguan berukuran raksasa berupa hotel, apartemen dan pusat perbelanjaan, disebelah kiri Masjid ini juga terlihat sebuah kontruksi perluasan Masjid. Masjid yang saat ini sudah memiliki 4 lantai ini diperluas sayapnya kesebelah kiri. Perluasan ini menelan beberapa bukit disebelah kiri masjid.

Tepat disebelah kiri kontruksi perluasan masjid, sedang dibangun sebuah stasiun kereta api cepat yang nanti akan menghubungkan Makkah-Jeddah-Madinah. Memang banyak sisi positifnya. Bangunan-bangunan baru ini kabarnya mampu menampung hingga 40.000 orang lebih saat musim Hajj tiba nanti.

Namun lagi, The Royal Clock Tower yang ditangani kontraktor Saudi Bin Laden (perusahaan milik ayah osama bin laden ini) memiliki ketinggian berselisih hanya 200 meter dibawah gedung tertinggi dunia saat ini, atau dengan kata lain gedung tertinggi kedua di dunia saat ini.

Pertanyaannya adalah, benarkah peminpin negri-negri Islam saat ini sudah ikut serta dalam maraknya perlombaan pembangunan gedung-gedung dengan negara kaya lain?

Bukankah ini tanah Haram!?
Adakah manusia mulai berani merusak tanah Haram ini?
Apakah gerangan yang sedang terjadi, akankah cerita lembah bersejarah ini berakhir? Apakah manusia akhir jaman ini benar benar ingin menghilangkan lembah Ibrahim ini?

"Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia di jalan Allah dan Masjidil Haram yang telah Kami jadikan untuk semua manusia, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebagian siksa yang pedih." (QS al-Hajj: 25)

Keserakahan tidak terhenti disini. Berita menggetarkan segera mengguncang dunia, Kerajaan Saudi Arabia telah menyetujui pembangunan “Kingdom Tower” calon gedung tertinggi dunia berketinggian 1000 Meter (1 Kilometer menjulang keangkasa) yang akan dibangun dipantai laut merah, 20 kilomter utara Jedah.

Pembangunan ini telah dijadwalkan akan digarap oleh Saudi Binladen Group dan bilioner Prince Waleed al Talal di January 2012 ini. Jika Burj Al Khalifa memerlukan 5 tahun pembangunan, maka gedung yang semula akan dibangun dengan ketinggian 1,6 Kilometer ini direncanakan akan selesai dalam 10 tahun kedepan.

Bukankah kesan perlombaan itu semakin nyata? Kingdom Tower semula direncanakan berketinggian 1 mile, atau setara dengan 1600 meter, ini artinya dua kali lipat dari gedung tertinggi di Dunia saat ini. Artinya Negara Negara teluk saat ini benar-benar sedang berlomba untuk membangun gedung tertingginya.

Ini tidak mengejutkan, jika kita rajin menelusuri informasi perlombaan ini maka kita akan menemukan bahwa Kingdom Tower ini pun ternyata sudah ada pesaingnya. Bangunan raksasa yang mengalahkan Kingdom Tower Jeddah ini adalah “The Ultima Tower”, tidak tanggung-tanggung bangunan yang di design menyerupai kota ini direncanakan akan berketinggian 3.217 meter atau 3 kilometer menjulang ke angkasa!

Bangunan ini di design membentuk kota pencakar langit, ia akan menampung populasi sampai satu juta orang dengan luas keseluruhan 140 juta meter persegi. Designer Amerika; Eugene Tsui telah merancang segalanya termasuk fasilitas lift mutakhir yang bisa mengantar orang mencapai lantai tertinggi gedung dengan waktu 9 minutes and 40 detik.

Masha Allah TabarakAllah, akankah rencana rencana manusia ini terjadi?
Berita ini mungkin tidak aneh, hal seperti ini telah menjadi berita klasik di internet. Namun untuk kita yang mengetahui, informasi semacam ini bukan hal spele.

Bukankah keserakahan manusia manusia ini adalah tanda-tanda kiamat yang nyata?

Mari kita lihat kembali dan menyelaraskannya dengan sebuah Hadits. Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam telah melihat kesan perlombaan ini dari 14 abad yang lalu dalam sebuah riwayat hadits dari Abu Hurairah radiyallahu anhu yang menceritakan sebuah kisah saat Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam di datangi oleh Malaikat Jibril alaihi sallam yang menjelma menjadi seorang laki-laki yang bertanya untuk menguji pengetahuan Rasulullah..

Ketika Malaikat Jibril alaihi sallam bertanya mengenai hari kiamat, Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:

“Orang yang ditanya mengenai masalah ini tidak lebih tahu dari orang yang bertanya. Tetapi akan aku ceritakan tanda-tandanya; Apabila budak perempuan melahirkan anak tuannya [[3]], maka itulah satu di antara tandanya. Apabila orang yang miskin papa menjadi pemimpin manusia [[4]], maka itu tarmasuk di antara tandanya. Apabila para penggembala (Ri’aa’ Al Buhmi) [[5]] hidup saling bermegah-megahan dengan gedung. Itulah sebagian dari tanda-tandanya yang lima, yang hanya diketahui oleh Allah”.

Kemudian Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allah:
"Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana ia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal". [[6]]

Diriwayat lain dalam hadits yang sama, jawaban Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam tentang kiamat ini diterjemahkan dengan kalimat: "Orang-orang tanpa sandal, setengah telanjang, melarat dan penggembala unta masing-masing berlomba membangun gedung-gedung bertingkat.."

"Berlomba lomba membangun geduh bertingkat", itulah salah satu tanda-tanda kiamat yang dikatakan Rasulullah Salallahu ‘Alaihi wa Salam dalam Hadits tersebut.

Tersirat jelas, Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam ingin mengabarkan kepada kita semua bahwa nanti sebelum kiamat terjadi, manusia akan berlomba lomba membangun gedung bertingkat tingkat.
Mungkin pada saat itu para sahabat hanya mengimani dan tidak bisa melihat secara nyata, karena saat itu Saudi Arabia adalah gurun tandus dan memang belum ada kota kota gemerlap seperti saat ini.

Namun saat ini, gedung-gedung angkuh itu telah mendesak pekarangan Masjidil Haram. Bebukitan di sekitar lembah di mana Nabi Ibrahim As dan putranya mendirikan tonggak-tonggak Baitullah itu sekarang dihancurkan dan diganti dengan gedung-gedung komersial.

Inikah tanda-tanda kiamat itu? Wallahu Ta'la Alam.
Hanya pada pengetahuan-Nya lah kapan hari itu terjadi. Namun dari sekian banyak hadits telah terbukti, nyata dihadapan kita bahwa mungkin saja Hari itu tengah mengintai kita!

Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Hari kiamat tidak akan terjadi kecuali setelah dua golongan besar saling berperang sehingga pecahlah peperangan hebat antara keduanya padahal dakwah mereka adalah satu”. [[7]]

Bukankah peristiwa dalam hadits diatas terjadi persis dihadapan kita, bahkan kita mungkin adalah salah satu dari keduanya? Peristiwa menyedihkan saling menuduh sesat, hingga terjadi perdebatan di mana-mana dan pecahnya persaudaraan padahal dakwah kita sama.

Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak akan terjadi hari kiamat kecuali setelah banyak peristiwa haraj”. Mereka bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah haraj itu?” Beliau menjawab: “Pembunuhan, pembunuhan”. [[8]]

Di era mulai tahun 90an ini, pembunuhan adalah bukan berita menggetarkan lagi. Bahkan perang demi peperangan di Palestina, Irak, dan berbagai gejolak yang sedang berlangsung di timur-tengah dan Afrika utara saat saat ini belum terlihat tanda-tanda akan segera mendingin. Mayat-mayat bergelimpangan tak berharga, pembantaian manusia di mana-mana.

Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Hari kiamat tidak akan terjadi sebelum sungai Euphrat menyingkap gunung emas, sehingga manusia saling membunuh (berperang) untuk mendapatkannya. Lalu terbunuhlah dari setiap seratus orang sebanyak sembilan puluh sembilan dan setiap orang dari mereka berkata: Semoga akulah orang yang selamat”. [[9]]

Sungai Eufrat terletak di Irak, bukankah kota baghdad saat ini sudah hancur lebur diluluhlantakan bomb-bomb Amerika beberapa tahun lalu? Bukankah satu-satunya kota sejarah peradaban ilmu-ilmu Islam itu saat ini tinggal kenangan saja?

Sungguh banyak, bahakan begitu banyak tanda-tanda nyata yang harus kita perhatikan. Tanda-tanda kebenaran Islam yang saat ini satu persatu diketengahkan kepada Manusia di dunia.

Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam mengibaratkan jari tengah dan jari telunjuknya untuk menginformasikan bahwa kiamat itu sangat dekat.

Dari Jabir bin Abdullah radiyallahu ‘anhu, dia berkata, "Apabila Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah, maka kedua matanya memerah, suaranya tinggi dan keras berapi-api seolah beliau adalah komandan pasukannya, beliau berkata, 'Jagalah dirimu setiap saat'. Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda, 'Antara aku diutus dan datangnya hari kiamat bagai dua jari ini.' Beliau merapatkan dua jarinya (jari telunjuk dan jari tengah). [[10]]

Sahal bin Saad radiyallahu ‘anhu berkata: Aku mendengar Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam. bersabda sambil memberikan isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah: “Waktu aku diutus (menjadi Rasul) dan waktu hari kiamat adalah seperti ini” (mengisyaratkan dekatnya waktu kiamat). [[11]]

Bisa jadi kiamat telah dekat,  Allahu’ Ta’ala Alam..
Pada-Nya lah pengetahuan tentang Hari Kiamat.

Pada intinya, semua jiwa akan menemui hari kiamatnya masing masing. Ia adalah kematian, yang akan mengakhiri kehidupannya di dunia. Kematian yang akan membuka pintu-pintu keabadian akhirat. Sungguh hari kiamat itu sangat dahsyat. Dan hari berikutnya lebih dahsyat lagi, Alam Mahsyar. Alam yang sering kita lupakan.

“Subhanallah..”.
Jiwaku terus berbisik-bisik, hingga selesai putaran ke tujuh sa’i. Proses selanjutnya adalah tahalul, atau mengunting rambut sebagai penutup dari seluruh prosesi umrah.

Sejenak aku terduduk, mengumpulkan kembali seluruh ingatan.
Berdiri memegang pagar masjid di bibir masjid lantai 4, menghadap Baitullah. Dari sini keseluruhan Baitullah dan ruang tengah masjid terlihat sempurna.

Matahari mulai menurun.
Pilar-pilar Al haram berubah menguning, bercampur dengan warna kehijau hijauan cahaya led menambah kemegahan Mesjid.

Senja menyapa lagi.
Sebentar lagi maghrib.
Aku berdiri disana hingga senja usai.
Lampu led hijau di puncak Clock Tower mulai menyala.
Jam itu memang besar, jam terbesar di Dunia saat ini.

Ditata dan di design dengan arsitektur arsitektur terkenal italia, di balut dengan emas dan teknologi yang menahannya dari kerusakan akibat cahaya dan awan yang melintasinya.

“Mengagumkan, juga menggetarkan”.

[1] Shahih, di dalam kitab Al Irwa   (1/32/3). Baihaqi, [Bukhari dalam, 92- Kitab Al Fitan, 25- Bab Haddatsana Musaddad].
[2] HR Abu Dawud No. 449  
[3] Yaitu tuannya, pada pemahamannya terdapat beberapa pendapat, dan mayoritas mengatakan bahwa ini hanya sebuah pemberitahuan tentang banyaknya budak perempuan dan anak-anaknya. Karena anak tersebut terlahir dari tuannya, karena kedudukannya sebagai tuannya.
[4] Yaitu para pemimpin bumi. [Ini menurut riwayat Muslim]
[5] Ri'aa, dengan mengkasrahkan huruf Ra, kadangkala dibaca, "Ru'aatun' dibaca Dhammah dan tambahan Ta'. Dan 'al Buhmu' yaitu maknanya adalah anak kambing domba dan sapi. (Kitab Mukhtashar Shahih Muslim Jilid 1 pada hal. 7 karya Muhammad Nashiruddin Al Albani)
[6] Hadits ini tercatat dalam Shahih Muslim No.10, hadits senada juga terdapat dalam sahih Al Bukhari No. 48, An Nasai 4905, Ibn Majah No. 63 juga diriwayatkan Imam Ahmad
[7] Shahih Muslim No.5142
[8] Shahih Muslim No.5143 dalam Al-Jam’u Baina ash-Shahihain
[9] Shahih Muslim No.515
[10] Shahih Muslim No.5244 dalam kitab Mukhtashar Shahih Muslim karya Muhammad Nashiruddin Al Albani Hal. 309.
[11] Shahih Muslim No.5244.



.....
BUKU REHAB HATI - NAI
Hal 100 - 111 (Insya Allah, jika ada umur panjang bersambung hingga Hal 450)

Bukunya tersedia, inbox ana langsung dengan format pemesanan: NAMA, ALAMAT, No HP, dan Jumlah Pesanan.

Salam Bahagia
Nuruddin Al Indunissy

Urgensi Management Kematian #Rehab Hati Bag 14


Bayangkanlah seorang pilot yang sedang menerbangkan pesawat. Katakanlah pesawat itu terbang dari Jakarta menuju Riyadh menempuh 10 jam perjalanan di ruang udara. Pesawat itu berhasil lepas landas dengan sempurna dari Jakarta dan kini terbang di atas samudra Hindia.

Setelah menempuh perjalanan 8 jam, pesawat telah berada di teluk oman dekat kawasan dubai. Hanya dua jam lagi pesawat dijadwalkan mendarat di kota Riyadh. Disana tiba-tiba angin kencang dan udara basah dengan hujan, tapi badan pesawat tetap stabil karena sang pilot professional hingga bisa melewati berbagai keadaan kritis di udara..

Setelah badai berlalu, tubuh pesawat itu stabil dan perjalanan begitu mulus....

Hanya 30 menit lagi mendarat di bandara. Tapi setelah hampir 10 jam di udara, sang pilot pun lelah. Meski lelah ia sadar perjalanan masih belum selesai, mendaratkan pesawat dari ketinggian 20 kilometer di udara bukan hal yang mudah bagi yang tidak tahu ilmunya.

Sang pilot teramat sadar, jika 5 menit saja dia lengah atau terlelap maka pesawat akan celaka!

Sang pilot tetap tegar dan fokus kepada bandara yang akan ia singgahi. Hingga akhirnya pesawat landing dengan sempurna!

Pesawat yang landing dengan sempurna itu laksana sebuah "Khusnul Khatimah".

Khusnul Khatimah, atau kematian yang baik itu akan kita miliki dengan perjuangan panjang melintasi berbagai tantangan melelahkan, disertai dengan ketelitian, fokus, ilmu dan sebuah kesadaran penuh bahwa kita akan mendarat di negeri lain dengan selamat!

Kesadaran inilah yang akan membuat ruh dalam raga kita tetap menjaga fokus secara kontinuitas untuk mengarahkan semua aktifitas fikiran dan aktifitas keseluruhan tubuh dengan misi bisa berlabuh dengan selamat di negeri Akhirat.

Tentu seorang pilot yang professional tidak akan pernah berfikir; "Ah wajar.. saya lelap hanya lima menit, toh saya telah bekerja selam lima jam..".

Tidak, tidak begitu. Seorang pilot professional akan memikirkan tentang effect dari lima menit dari kelalaian itu bagi nasib peswat.

Bayangkan saja, jika diakhir dari 10 jam perjalanan tadi, si pilot tertidur sebelum pesawat mendarat. Meskipun ia sukses terbang dari Jakarta dan mampu melewati samudra hindia, tetap saja media akan memberitakan atau menilai bahwa “sang pilot tidak professional” atau ceroboh hingga pesawat jatuh atau mendarat dengan tidak sempurna. Hingga badan pesawat terbakar, dan semua penumpangnya menderita.

Tubuh kita ini tak ubahnya seperti badan pesawat, dan pilotnya adalah hati kita. Suasana hati kitalah yang mempengaruhi fikiran. Fikiran dan hati kita harus tetap fokus agar tubuh ini selamat. Agar tubuh ini tidak terjatuh di jurang Neraka atau berakhir dengan kisah “suul khatimah”.

Naudzubillahimindzalik..

Sahabat pena, lalu bagaimana agar sang pilot dan pesawatnya berhasil mendarat dengan mulus?

Dalam logika ilmiah kita, jawaban terbaik adalah, bahwa si pilot tadi harus meminta petunjuk dan berkomunikasi dengan sumber signal dan informasi yang akan membantunya mendarat di bandara tujuan di negeri lain tersebut. Tentu saja hal ini diperlukan adanya pengetahuan dan pelatihan yang akan membuatnya professional dan komitment dalam tugasnya untuk menerbangkan pesawat

Analogi yang sama dengan manusia yang harus senantiasa menjaga komunikasi dengan Tuhannnya agar ia bisa bekerja dengan maksimal sesuai professinya, baik profesionalisme dalam beramal ataupun beradab dengan Tuhan dan juga mahluk-mahluk-Nya.

Adapun pengetahuan yang harus dikuasai adalah syariah Islam sendiri, al Islam yang telah digariskan dalam Al Qur'an dan dijelaskan dengan terang benderang oleh sunnah-sunnah Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam. Memang, hiruk pikuk akhir jaman ini membuat kita seakan berdiri diantara dua tebing, dari tepiannya terdengar berbagai seruan. Tanpa pengetahuan syariah, maka hasilnya adalah bingung dan ragu. [ ]

Tidak mungkin Allah Subhannahu wa Ta’ala ingin membuat kita bingung, Dia Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang tentu ingin membuat kita bahagia dan teristimewa baik di dunia ataupun akhiratnya. Ilmu itu adalah jalannya, maka teranglah kenapa Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam  mewajibkan seluruh umat untuk mencari ilmu. Ilmu syariah yang akan menuntunnya kepada kebenaran hakiki, kepada Ridha-Nya.

Teguhlah sauadaraku!
Jangan jadikan berbagai merek pesawat dengan tujuan yang sama itu sebagai bahan “gosip akidah” yang tiada ujung hingga menimbulkan permusuhan dan menjadikan celah-celah bagi para pembajak pesawat yang ingin menjatuhkannya dengan berabagai logo-logo menyilaukannya.

“Jangan biarkan gelombang kehidupan membawa kita kepada satu pelabuhan yang tidak kita ingini”.

Kata sesal memang selalu datang di waktu yang tidak tepat, keberadaannya tidak kita sadari dan sulit dihindari. Usia makin berkurang, dosa semakin bertambah dan waktu semakin sulit dikendalikan.

Jangan menunggu hingga usia senja, tuntutan karir hanya akan terus membius kita dan melupakan kita kepada perencanaan jangka panjang di negeri akhirat yang seharusnya kita persiapkan sedari awal.

Jangan kita terus membiarkan hari demi hari lewat begitu saja, hingga tidak terasa usia terus beranjak remaja, dewasa, tua dan penglihatan mulai nanar..

Kebutuhan semakin mendesak dan meningkat waktu demi waktu, tanggung jawab pun bertambah seiring berubahnya pencapaian dan level status sosial yang hampir saja menjadi objek dari keseluruhan hidup ini. Sementara keinginan untuk serius beribadah terus tertunda dan ditunda lagi, hingga nanti, nanti dan nanti.

Akankah kita masih berencana setelah nanti bahu kita tidak kuat lagi, setelah kaki mulai gemetar.. suara mulai parau.. mata mulai butuh bantuan kaca pembesar... dan fikiran mulai fikun?

Satu satunya teman kita nanti adalah penyesalan. Kata sesal yang selalu datang tak pernah tepat waktu, selalu telat dan tidak punya solusi.

Waktu yang tepat untuk "serius ibadah" adalah saat ini. Saat nafsu didada kita masih berkobar. Saat optimisme hampir saja membuat kita terlupa, bahwa kita akan kembali.

Waktu yang tepat itu saat ini, saat hati kita melembut oleh sentuhan yang menyentuhnya. Tidak lain, itu adalah hidayah-Nya sebagai hadiah bagi sesiapa saja yang berusaha dengan sungguh-sungguh mencarinya, hingga ia dikehendaki-Nya.

“Management Kematian” adalah topic yang saya suguhkan sebagai nasihat kepada diri saya sendiri dan siapa saja yang di izinkan Allah Subhannahu wa Ta’ala untuk mendengarnya. Agar kita tidak melulu berpacu untuk mensukseskan management hidup tapi juga mengingat sebuah management yang urgensinya lebih urgent.

“Jangan menunggu masa tenang untuk memulai, lautan itu tidak akan pernah tenang. Lautan obsesi akan terus mengombang-ambing kita, badai ujian akan terus berdatangan, seperti ombak yang tidak jemu mengunjungi pantai”.

Ketenangan itu tidak akan pernah kita temui, jika tidak kita ciptakan sendiri. Masa tenang itu tidak akan pernah ada di dunia fana ini, ketenangan yang haqiqi hanya akan kita temukan di syurga kelak.

Keseriusan mutlak harus kita bubuhkan di setiap persimpangan-persimpangan yang kita lalui saat ini, bukan nanti disaat saat tertentu yang kita rencanakan. Sebuah masa yang entah akan kita temui atau tidak.

Yang kita butuhkan adalah sebuah kontruksi kesungguhan dan kekokohan Iman. Sebuah keseriusan, dalam setiap hal-hal kecil hingga hal-hal besar yang telah menjadi kewajiban kita sebagai hamba Allah yang diciptakan untuk beribadah kepada-Nya.

Jika kita tidak segera memposisikan diri kita sebagai Hamba Allah, maka opsi lain adalah menjadi hamba Syaitan yang hina. Sebentuk tubuh yang diperbudak hawa nafsu, hawa dunia dan segala keindahannya. Jangan kehidupan yang singkat ini menenggelamkan kita dalam lautan obsesi duniawiah dan idealism-idealisme jangka pendeknya.

Melembutlah wahai hati..
Mari rubah fokus kita kesana.
Karena kita memang akan pulang.
Pilihan terbaik saat kita tersesat adalah kembali, sebelum kita menemukan diri ini semakin tersesat dan benar-benar lupa untuk kembali.

Simpanlah obsesi-obsesi itu dalam prioritas kesekian, karena sungguh…hari demi hari yang kita lewati, jam demi jam, menit demi menit telah dan akan tertulis rapi dalam catatan amal yang akan dihamparkan dihadapan kita di hari hisab kelak.

“Jika kita mengimani bahwa syurga-Nya itu abadi, maka neraka-Nya pun abadi. Dan disana tidak ada kematian lagi”.

Mari kita memulai untuk merekontruksi niat, merubah fokus dan menyeimbangkan management kehidupan ini dengan management kematian. Sehingga tolak ukur kesuksesan kita tidak hanya harus dilihat dari kacamata dunia saja, tetapi juga sisi lain yang porsinya jauh lebih utama; tentang keselamatan kita di negeri akhirat sana.

Hingga setidaknya, kita akan merasakan kepuasan dan tidak mudah patah dengan kegagalan - dalam bentuk apapun – selama kita masih mampu melaksanakan kewajiban kita sebagai Hamba Allah, bukan hamba syaitan yang selalu menawarkan keserakahan duniawiyah.

Ketika kita mampu mengaitkan seluruh kejadian di dunia ini dengan pertimbangan akhirat kita, disertai dengan kokohnya kontruksi pilar pilar iman yang kita miliki, lalu kita realisasikan dalam jalanan al Islam dan siap memenuhi segala konsequensinya sebagai Hamba maka Insya Allah..  kita berdo’a, semoga Allah Subhannahu wa Ta’ala menggolongkan kita menjadi Hamba-Hamba-Nya yang selamat hingga akhirat dan menetap disana dalam keridha'an-Nya.

.....
BUKU REHAB HATI - NAI
Hal 94 - 98 (Insya Allah, jika ada umur panjang bersambung hingga Hal 450)

Bukunya tersedia, inbox ana langsung dengan format pemesanan: NAMA, ALAMAT, No HP, dan Jumlah Pesanan.

Salam Bahagia
Nuruddin Al Indunissy

Urgensi Management Kematian #Rehab Hati Bag 13


Benar adanya bahwa management kehidupan yang baik akan membantu mengoptimalkan management kematian, namun demikian, urgensi management kematian menjadi lebih penting karena kita benar-benar tidak tahu kapan peluru kematian itu menjemput ruh kita dari alam ini.

Peluru kematian itu telah dilepas dan sedang menuju tepat kearah kita. Ia telah dilepaskan dengan taqdir Allah Yang Maha Cermat dengan segala perencanaan-Nya 50 ribu tahun sebelum diciptakan bumi dan langit.

Peluru rahasia yang terus mendekat dalam detik demi detik yang kita lalui.

Inilah sebuah urgensi yang menuntut seorang muslim dan muslimah, agar mereka terus melakukan optimalisasi waktu dan meningkatkan profesionalismenya dalam beramal. Agar persinggahan di bumi ini tidak hanya ia jadikan sebagai goa-goa sunyi penuh penyesalan namun akan ia kenang sebagai taman-taman indah tempat ia dulu bercocok tanam, taman harapan yang kemudian akan ia panen diharinya di akhirat sana.

Hinga, bagi seorang beriman, tak ada lagi banyak kesempatan tersisa untuk bersantai-santai ria, semua waktu adalah saat-saat terbaik untuk mempersiapkan hari pertemuan dengan-Nya. Kesempatan-kesempatan berharga untuk merajut dan menenun kain terindah untuk ia pakai dalam pertemuan terindah dengan RabbNya.

“Agar kita tidak malu...saat pertemuan itu tiba”.

"Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata): "Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke Dunia), kami akan mengerjakan amal saleh, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin".. (Qs As Sajdah: 12)
 
Sebelum kita melihat management kematian, mari kita sapa hati kita terlebih dahulu dengan sebuah berita menggetarkan dari Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam tentang kematian sang maut di negeri abadi.

Abu Said Al-Khudri ra berkata, bahwa Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda; "Pada hari kiamat nanti maut akan didatangkan seperti seekor biri biri yang berwarna keputih putihan, lalu dihentikan diantara Syurga dan Neraka. Diserukan kepada Ahli syurga: Apakah kalian mengenal ini? Penghuni syurga membalikan lehernya kearah penyeru dan menjawab: Ya, Itu maut!

Kemudian diserukan kepada Ahli Neraka: Apakah kalian mengenal ini? Kemudian merekapun membalikan lehernya kepada penyeru dan menjawab; Ya itu Maut!

Kemudian diperintahkan agar maut itu disembelih... dan diserukan; Wahai ahli Syurga, keabadian dan tak ada kematian lagi! Wahai ahli Neraka, keabadian dan tak ada kematian lagi!

Lalu Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam membacakan Surat Maryam ayat 39: "Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputus. Dan mereka dalam kelalaian dan mereka tidak (pula) beriman".

Kemudian beliau menunjuk Dunia dengan tangan beliau [ ].

Inilah sebuah gambaran kengerian yang harus setiap saat terekam dalam ingatan kita. Kepedihan kita di dunia ini akan berakhir dengan maut, maut yang akan kita temui hanya satu kali.  Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam memperjelasnya dengan kisah penyembelihan sang maut. Secara terang benderang beliau ingin menggambarkan bahwa maut itu akan benar-benar berakhir dan tidak ada kematian lagi, sepedih apapun azab yang akan menghantam kita di Neraka sana.

Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
"Maut adalah perkara yang paling sulit, dan setelahnya akan lebih sulit lagi!" [ ]

Wahai saudaraku! Apakah gerangan yang membuatmu mengeluh di dunia yang akan engkau campakan ini?

Seberapa pentingkah nilai dunia yang terus engkau kejar-kejar hingga tubuh itu begitu lelahnya?

Apakah gerangan yang mematahkan hatimu dalam permainan dunia ini?

Pantaskah hatimu yang menagis itu terus bersedih untuk sesuatu yang hina..

Adakah sesuatu yang pantas engkau khawatiri di dunia ini?

Haruskah beban berat yang menindih itu membuatmu lupa kepada siapa semuanya akan dipertanggungjawabkan?

Tak ada kekhawatiran sedikitpun tentang dunia ini. Semuanya akan berakhir dalam maut, dan kehidupan sesungguhnya akan dimulai. Maut adalah mimpi buruk yang akan mengahiri kisah-kisah semua manusia di dunia ini.

Maut laksana sebuah peluru yang setiap saat mengintai kita. Maut nanti akan ditampakan laksana sekor biri-biri yang disembelih dan diakhiri. Setelah maut itu mati maka tidak akan ada kematian lagi. Inilah akhirat yang kekal.. Inilah neraka yang juga kekal!

Di lautan gelombang Neraka kelak tentu tidak akan ada langit yang indah. Tidak ada udara yang bisa kita hirup seperti saat ini. Disana tidak ada nelayan yang kita harapkan akan menolong kesusahan kita, saat kita timbul tenggelam di permukaannya yang mendidih.

Disana tidak ada pantai yang mungkin akan mendamparkan tubuh kita sesaat saja untuk beristirahat dari pedihnya. Gelombangnya tidak akan menyeret tubuh kita ketepian pantai, karena lautan neraka adalah sekam yang tertutup.

Disana tidak ada maut yang akan mengakhiri penderitaan satu jiwa. Cerita maut telah berakhir, dan tidak akan ada kematian lagi.

“Tidak ada kekhawatiran tentang dunia ini”.

Sungguh hati kita adalah dinding yang lalai, menghawatirkan hal-hal yang hina dan mengabaikan hal berharga dan mulia. Terus berpaling setelah seruan itu menyentuhnya, yang mengeras setelah Allah melembutkannya.

Kita terus dan terus berlari dan mempersiapkan diri seakan dunia ini abadi, seakan dunia ini selamanya. Kita sadar namun kemudian kebutuhan memalingkan kita lagi, hingga managemen kematian itu benar-benar terlupa.

“Management kehidupan yang baik memang akan membantu optimalisasi dalam mempersiapkan management kematian, tapi kemudian, urgensi Management Kematian akan menjadi lebih penting - dari management kehidupan dan management apapun - karena kita benar benar tidak tahu kapan peluru kematian itu menghentikan semua rencana kita".

Pertanyaan yang harus kita renungkan adalah; dalam usia berapakah kita akan menemui kematian, lalu kesan apakah yang sekiranya akan Allah Subhannahu wa Ta’ala temukan dalam kematian kita tersebut?

Kematian adalah bukan sesuatu yang harus ditakuti, tapi sesuatu yang harus kita persiapkan. Dengan terus melakukan optimalisasi dalam berbagai profesionalisme dalam beramal dan terus memperluas saham-saham dan investasi kita di negeri akhirat, sebgai salah satu jalan mendekatkan diri kepada ridha-Nya.

Kita tidak bisa mengabaikan persiapan akhirat ini, karena disana kelak kita akan menemui sebuah negri yang asing, negeri yang dahsyat.

Betapa ngerinya jika saat itu kita tidak punya bekal, atau bekal kita hanya sedikit. Sedangkan kita akan berada di Negeri itu bukan 10 atau 20 juta tahun, tapi selama-lamanya.

Betapa terlantarnya kita, saat kita tersesat di sebuah kota besar dan asing lalu disana kita mendapati bahwa saku kita kosong. Tersesat di kota besar sama susahnya seperti tersesat di hutan rimba jika kita tidak punya uang. Akan lebih celaka lagi jika tersesat di kota Akhirat tanpa memiliki amal, karena dari kota akhirat kita tidak bisa kembali ke dunia untuk mencarinya.

Inilah sebuah renungan yang ingin penulis tuangkan melalui pena sederhana ini, bahwasannya seluruh cerita kita – kesuksesan, kegagalan, kesedihan, kebahagian, tawa duka, bencana, kemelaratan, kekayaan, kesenangan – itu akan berakhir dalam dua kemungkinan saja; khusnul khatimah (akhir yang baik) atau su’ul khatimah (akhir/kematian yang buruk).

Khusnul Khatimah dan Suul Khatimah bukanlah undian Tuhan untuk Hamba-Nya, tapi sebuah konsequensi dari keseluruhan rangkaian di berbagai persimpangan yang telah kita lewati di dunia ini.

Bayangkanlah seorang pilot yang sedang menerbangkan pesawat.

Katakanlah pesawat itu terbang dari Jakarta menuju Riyadh menempuh 10 jam perjalanan di ruang udara. Pesawat itu berhasil lepas landas dengan sempurna dari Jakarta dan kini terbang di atas samudra Hindia.

Setelah menempuh perjalanan 8 jam, pesawat telah berada di teluk oman dekat kawasan dubai. Hanya dua jam lagi pesawat dijadwalkan mendarat di kota Riyadh. Disana tiba-tiba angin kencang dan udara basah dengan hujan, tapi badan pesawat tetap stabil karena sang pilot professional hingga bisa melewati berbagai keadaan kritis di udara..

Setelah badai berlalu, tubuh pesawat itu stabil dan perjalanan begitu mulus....

Hanya 30 menit lagi mendarat di bandara. Tapi setelah hampir 10 jam di udara, sang pilot pun lelah. Meski lelah ia sadar perjalanan masih belum selesai, mendaratkan pesawat dari ketinggian 20 kilometer di udara bukan hal yang mudah bagi yang tidak tahu ilmunya.

Sang pilot teramat sadar, jika 5 menit saja dia lengah atau terlelap maka pesawat akan celaka!

Sang pilot tetap tegar dan fokus kepada bandara yang akan ia singgahi. Hingga akhirnya pesawat landing dengan sempurna!

Pesawat yang landing dengan sempurna itu laksana sebuah "Khusnul Khatimah".

.....
BUKU REHAB HATI - NAI
Hal 89 - 94 (Insya Allah, jika ada umur panjang bersambung hingga Hal 450)

Bukunya tersedia, inbox ana langsung dengan format pemesanan: NAMA, ALAMAT, No HP, dan Jumlah Pesanan.

Salam Bahagia
Nuruddin Al Indunissy

Peluru Kematian #Rehab Hati Bag 12


Allah Subhannahu wa Ta’ala telah meletakan dua kelopak mata kita di depan sebagai pembelajaran yang menakjubkan, laksana sebuah isyarat agar kita senantiasa melihat kedepan, bukan kebelakang. Muslim yang cerdas, tidak hanya melihat kedepan dengan segala keindahan dan rintangannya, namun ia mampu menggunakan penglihatannya untuk fokus kepada satu titik yang pasti ia dilalui, yaitu sebuah jembatan yang akan menghubungkan kehidupannya dunia ini dengan kehidupan lain di akhiratnya.

“Jembatan kematian, adalah sebuah jembatan rahasia yang pasti akan dilalui setiap ruh manusia yang hidup..”

Seorang muslim yang cerdas, hatinya tidak gentar saat ujian dan musibah itu menerpanya. Aktifitas berfikir, hati dan dirinya senantiasa terarah dan fokus pada jembatan kematian beserta kehidupan di sebrangnya yang dahsyat. Sehingga ia senantiasa mengingat dan mempersiapkannya, dalam hatinya terntanam tekad bahwa ia harus melewatinya dengan sebuah target yang ia perjuangkan dikeseluruhan hidupnya, sebuah target yang menentukan keselamatannya, target yang menjadi harapkan semua manusia beriman; yaitu khusnul khatimah.

Khusnul khatimah atau akhir yang baik adalah bukan gelar cuma-cuma yang akan dihadiahkan kepada siapa saja, sertifikasi itu hanya diberikan kepada hamba yang diridhai-Nya, hamba yang senantiasa berjalan dengan penuh harap dan takut, yang senantiasa berjalan menuju-Nya. Teruntuk hamba-hamba-Nya, dan bukan hamba-hamba syaitan..

Seorang Muslim seharusnya menyadari, bahwa dunia ini kesemuanya hanyalah nuansa yang melalaikan. Sehingga ia tidak akan menyempatkan banyak waktunya untuk merisaukan hal-hal yang akan berakhir ketika kehidupan sementara ini berakhir.

  Kehidupan itu akan berakhir saat Al Mumiitu (المميت) yaitu Allah Yang Maha Mematikan, mematikan manusia dan menghentikan seluruh aktifitas kehidupannya di alam ini. Allah telah menentukan takdir kematian setiap makhluk. Allah mematikan manusia agar manusia dapat menuju kepada kehidupan yang sempurna, yaitu akhirat.

Dialah Allah Dzat yang Maha Kuasa mematikan apapun yang hidup, Yang Maha Pencipta Maut dan Yang Maha Pemusnah. Segala sesuatu yang hidup akhirnya ditakdirkan mati oleh-Nya.

“Dan bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis, dan bahwasanya Dialah yang mematikan dan menghidupkan,” (Q.S. An Najm: 44-45)

Allah menghidupkan segala yang hidup di dunia ini dan Dia juga yang telah menetapkan kematian mereka. Seorang muslim tidak akan terlalu risau saat dunia ini belum sempat ia genggam semuanya, karena ia telah tahu lebih dulu yang akan menyadarkannya bahwa dunia itu akan ia campakan selepas penguburan jasadnya. Dari kesadaran yang konstan itulah ia bangkit dan hidupnya selalu optimis dan bahagia!

Seorang muslim yang cerdas, hatinya tidak akan berlarut-larut untuk memikirkan masalalu atau menyesalinya. Ia dapat dengan mudah memaafkan masalalu dan merelakannya menjadi kenangan berharga yang ia simpan di archive masalalunya. Ia teramat paham bahwa rangkaian kejadian yang ia temui adalah peristiwa peristiwa yang saling berkaitan yang membawanya kepada hari ini. Ia memahami bahwa hari ini adalah hari terbaik yang sangat akan menentukan hari esoknya di Akhirat.

Baginya, hari ini pun terlalu singkat untuk sebuah persiapan hari yang Abadi. Sehingga ia menghargai setiap detik-detik yang ia lewati di hari harinya, memulai paginya dengan senyuman penuh harapan serta menutup malamnya dengan penuh kesyukuran.

Ia tidak ingin mencemari nuansa iman dihatinya dengan keluhan. Ia tidak akan begitu saja menangis saat kehidupan memaksanya untuk menangis, ia berusaha agar hari hari yang singkat ini tidak ditukar dengan tangisan abadi di akhirat sana.

Ia tidak patah ketika badai kehidupan menyeretnya. Bahkan tidak terlintas sedikitpun dalam hatinya untuk melawan gelombang demi gelombang ujian tersebut, karena ia mengetahui bahwa ketetapannya adalah bukah hal yang harus ia tentang. Ia teramat menyadari dan percaya diri, hingga ia bangkit dan berselancar bersamanya. Hingga gelombang demi gelombang ujian yang datang tanpa henti tidak membuatnya lelah, prahara ujian itu semakin memperkokoh iman dan jiwa raganya dalam mengarungi samudra kehidupan ini.

Berlayar menuju pelabuhan terindahnya. Subhanallah..

“Hidup itu mudah, jika kita siap”.

Salah satu buah manis dari Iman adalah tumbuhnya keberanian dan anthusiasme untuk hidup dalam jiwa seorang Muslim. Ia pahami bahwa hidup ini adalah kehidupan untuk hidup yang maha hidup. Hingga ia akan segera meninggalkan hal-hal yang tidak penting dan samasekali tidak berhubungan dengan masa depan Akhiratnya.

Ia tidak pernah merasa terancam atas segala sesuatu di bumi ini, ia lebih tertarik untuk waspada dan menyikapi secara dini hal-hal yang akan membahayakan dirinya di akhirat nanti, hingga kehidupan di dunianya lepas dari kekhawatiran dan senantiasa bahagia.

Dari pemikiran ini, kita akan memulai terbang kedalam sebuah nuansa, sebuah masa yang harus segera kita sikapi dengan kedewasaan, karena itulah masa depan yang sesungguhnya; Akhirat.

Seiring detak-detak sayup yang terdengar di belantara dada,
Sejalan dengan lintasan obsesi yang berkecamuk di jiwa,
Ditempat kita terduduk diheningnya malam,
Atau berjalan diantara cahaya siang,
Mengatur langkah dan tujuan,
Berencana, berupaya
Dan berhayal tentang
Satu masa pengharapan
Dan keindahan-keindahan…
Ada hal yang begitu saja terlupa
Tentang sebuah jembatan rahasia..
Jembatan yang pasti dilalui semua manusia,
Jembatan yang menjadi penghubung kehidupan dunia
Kepada kehidupan di negeri lain yang kekal selamanya..
Aduhai, jembatan kematian.. di seberang sana ada kehidupan
Kehidupan sesungguhnya, disanalah kehidupan sesungguhnya dimulai.
Hari-hari panjang penantian akan digelar, hari mahsyar yang dahsyat, hari hisab yang menggetarkan dan hari lain yang abadi berkekalan...

Ada berbagai peristiwa besar disana, apakah hal yang membuat kita lupa, disana tidak ada kata ulang atau kesempatan-kesempatan.

Bahkan tidak ada lagi kematian.

Sering kita merasa nyaman dan aman dari jembatan kematian ini, padahal ancaman kematian itu adalah kepastian yang tidak bisa dibantah atau dicegah. Kematian laksana sebuah peluru yang mengintai, ia telah dikirim dari kemaha sempurnaan takdir yang berlaku bagi setiap mahluk yang bernyawa.

Peluru kematian itu terus mendekat dan akan mengenai kita kapan saja. Membawa kita kepada pengadilan-Nya.

“Akhirat adalah sebuah lukisan masa depan yang sesungguhnya”.

Dengan menyimpan fokus ini di jiwa kita, maka insya Allah kesadaran akan pentingnya management kematian muncul. Karena keseluruhan hidup ini tak lain adalah sebuah perjalanan menuju jembatan tersebut, jembatan yang akan menghubungkan kita kepada hari yang abadi yang teramat pasti.

Marilah kawan, jangan terjebak disatu situasi.
Mari kita ingatkan diri kita, agar senantiasa ingat bahwa peluru itu sedang mengintai dari jarak yang telah ditentukan, setiap saat setiap waktu. Saat kita teringat ataupun lupa.

Selagi engkau masih dipercaya untuk kembali terbangun dipagi tadi, dan hidup di hari ini, maka gunakanlah. Itu adalah kesempatan berharga untukmu.

Jangan lalai kawan..
Jangan sering terdiam hanya oleh hal-hal fana.
Jangan engkau menukar ketenangan sesaat, dengan kegelisahan abadi
Membeli tawa tawa sesaat, dan menjual kebahagiaan abadi
Menukar kesenangan sesaat di Dunia.
Dengan tangisan abadi diakhirat

.....
BUKU REHAB HATI - NAI
Hal 84 - 89 (Insya Allah, jika ada umur panjang bersambung hingga Hal 450)

Bukunya tersedia, inbox ana langsung dengan format pemesanan: NAMA, ALAMAT, No HP, dan Jumlah Pesanan.

Salam Bahagia
Nuruddin Al Indunissy

Layar Kehidupan #Rehab Hati Bag 11


“Rasa percaya sepenuh hati, yang diikuti dengan kesungguhan untuk merealisasikannya itulah yang disebut Iman. Dan iman itu tidak akan hadir tanpa adanya pengetahuan, iman itu tidak akan tumbuh sempurna – apalagi hingga berbuah – tanpa adanya keinginan untuk menjaganya”.

Aktor dan aktris yang baik, akan menyadari sepenuhnya bahwasan kehidupan di panggung itu tidaklah nyata. Itu hanyalah sebuah uji coba kepiawaian dalam menjalankan peran yang sepenuhnya harus mengikuti sutradara. Laksana hamba yang mengikuti Tuhan-nya.

Sehingga aktor dan aktris yang baik tentu tidak akan merasa kesulitan, jika sekedar untuk bisa enjoy dengan perannya di panggung sandiwara tersebut. Sehingga lahirlah sebuah kesimpulan, bahwa berbagai kesulitan itu ternyata timbul hanya karena kesalahan tolak ukur yang tercipta dalam fikiran masing-masing pemeran itu sendiri (aktris atau aktor tersebut).

Tentu saja, hanya aktor yang tidak bijak jika ia bersedih – hanya – karena  peranannya yang ia sukai, tiba-tiba saja diganti si sutradara bukan?

Lebih tidak bijak lagi jika si aktor tersebut – misalnya saja – ingin mengundurkan diri dan meninggalkan panggung sandiwara. Padahal panggung itu adalah satu satunya panggung yang akan membawanya kepada kesuksesan terbesar dimasa depannya nanti; yaitu masa depan terakhir, Akhirat.

“Akhiratlah masa depan yang sesungguhnya”.

Kesulitan-kesulitan untuk berbahagia di panggung sandiwara dunia ini hanya terjadi akibat adanya tolak ukur yang salah. Sehingga dengan mudahnya jiwa itu bersandar kepada hal yang tidak kekal, tak hayal lagi, saat sandaran itu rubuh maka jiwanyapun ikut melepuh.

Jika parameter atau tolak ukur itu benar, maka Insya Allah, ada garansi kebahagiaan bagi insan yang beriman dan tidak ada tawar menawar didalamnya.

Ada “garansi kebahagiaan” bagi jiwa yang beriman, dimana kesungguhan dan keyakinan adalah rahasianya. Dan keyakinan ini hanya akan terlahir dari pengetahuan dan pemahaman yang mendorongnya untuk menjadi hamba yang “tahu diri”.

Sangat disayangkan jika tidak semua dari kita memahami nilai berharga yang kita terima dalam peranan hidup kita ini. Kadang manusia masih sering mengeluh dan kecewa saat mereka memperoleh satu peranan yang tidak pernah ia kira sebelumnya, atau tidak sesuai rencana yang ia ingini. Padahal aktor atau aktris yang baik dan sukses adalah mereka yang patuh dan tunduk terhadap sutradara dan mengikuti seluruh skrip skenarionya.

Muslim yang akan sukses adalah mereka yang mengikuti dan mematuhi seluruh komando Sang Sutradara Seluruh Alam: Allah Al Malik (Yang Maha Merajai), Malikul Mulk (Yang Maha Penguasa Kerajaan/Semesta).

  Al Malikul Mulk (مالكالملك) Yang Maha Penguasa Kerajaan (Semesta)

“Kursi Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.” (Q.S. Al Baqarah: 255)

Kursi dalam ayat ini oleh sebagian mufassirin diartikan dengan ilmu Allah dan ada pula yang mengartikannya sebagai kekuasaan-Nya. Allah Dzat Yang memiliki segala kekuasaan di alam ini, dan dengan Kekuasaan-Nya melaksanakan segala hal yang dikehendaki. Atau Pemilik Kerajaan. Atau Pemilik Abadi segala Kedaulatan.

Seperti halnya tubuh manusia yang bagaikan kerajaan bagi esensi manusia itu sendiri. Banyak anggota tubuh bekerjasama untuk mewujudkan satu tujuan. Dan dengan cara tersebut, dunia ini seperti satu orang, sedangkan bagian-bagian dunia seperti anggota-anggota tubuh yang bekerjasam untuk mencapai satu tujuan. Karena bagian-bagian disusun dalam satu tatanan yang teratur dan disatkan oleh satu ikatan, mereka membentuk satu kerajaan dan Allah Subhannahu wa Ta’ala  sebagai raja satu-satunya.

Kerajaan setiap orang adalah tubuhnya sendiri, jika apa yang dikehendakinya tertunaikan dalam sifat-sifat hatinya dan anggota tubuhnya, dia adalah raja dari kerajaan dirinya, menurut ukuran kekuasaan yang diberikan kepadanya.

Allah adalah Al Malik, seluruh wujud adalah kerajaan-Nya, yang walaupun banyak dan beraneka ragam, merupakan satu kesatuan. Dia-lah Sang Pemilik dan Pengelola Yang Maha Kuasa diatas segalanya!.

Katakanlah: "Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.S. Ali ‘Imran: 26)

  Al Malik (الملك) atau Yang Maha Merajai, Dialah Allah sang sutradara agung, Maha Raja dan Maha Kuasa atas segala sesuatu, Maha Memerintah, Maha Memiliki, Maha Menguasai, Raja seluruh alam semesta dunia dan Hari Akhirat, pemilik segala sesuatu yang terhampar di alam semesta.

Kita, saat ini dan detik ini dapat berdiri dan masih dapat bernafas secara sempurna, itu karena karunia dari Allah sebagai Dzat Yang Maha Memiliki, nafas dan hidup kita ini bukanlah milik kita akan tetapi Milik Al Malik, bahkan ketika saat ini kita merasa bahagia bersama orang-orang terkasih kita, sejatinya itu semuanya hanya pinjaman dari Allah Subhannahu wa Ta’ala yang kelak akan kembali diambil olehNya.

Semuanya adalah pinjaman yang memiliki batas waktunya, dan ketika Allah berkehendak untuk mengambilnya kembali, maka kita diharuskan untuk meridhakannya dengan keyakinan bahwa ketika Allah mengambil sesuatu yang berharga dalam hidup kita bersamaan dengan itu pula Allah sedang mempersiapkan kebahagiaan yang lain sebagai penggantinya.

Allah meridhai segala perbuatan-perbuatan mereka, dan merekapun merasa puas terhadap nikmat yang telah dicurahkan Allah kepada mereka.

Kesadaran diri akan Asma Al Malik membawa kepada pembelajaran agar kita tidak sombong atas semua yang kita miliki, karena pada hakikatnya adalah milik Allah Subhannahu wa Ta’ala. Begitupun dengan peran yang kita emban!!

Bukankah tidak berlebihan, jika diawal telah saya katakan bahwa kewajiban yang diberikan sang Sutradara bukanlah sebuah paksaan tetapi sebuah pengkondisian agar semua pemerannya bahagia, sukses di panggung dunia untuk kemudian menikmatinya di akhirat yang abadi.

Aktor dan aktris yang tidak mengikuti jalur-jalur skenario, mereka adalah aktor dan aktris gagal yang tidak tahu bahwasannya panggung itu akan dirubuhkan nanti. Mereka sibuk bercanda dan tertawa-tawa, padahal asisten-asisten sang Sutradara – yang kita kenal dengan para Malaikat – terus memonitor dan mencatat dengan details semua kejadian dan keberlangsungan kehidupan ini secara terperinci waktu demi waktu.

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”. (Q.S. Qaaf 16-18)

Subhanallah!
Bukankah teramat menyedihkan, jika dari mereka – bahkan – ada saja yang masih memilih untuk berpura-pura tidak mendengar. Mereka yang samasekali tidak percaya dengan keberadaan Sang Sutradara? Sungguh mereka telah menciptakan hijab antara ruh dan Tuhan-nya sendiri, mereka telah menjerumuskan diri mereka kedalam lembah sesat leberalisme dan atheisme. Mata hati mereka buta dan hingga kemudian Allah Subhannahu wa Ta’ala menguncinya. Mereka berani memikirkan dengan logikanya tentang keberadaan Tuhan, padahal otak yang mereka gunakan itu tidak lain adalah ciptaan Tuhan dan tentu sebuah kemustahilan jika ia tercipta begitu saja.

Namun saat ini, bukanlah sebuah pemandangan aneh jika banyak aktor-aktris yang pemalas, tidak ada keinginan sedikitpun dihatinya untuk memahami skenario kehidupannya sendiri. Hingga jelaslah kehidupannya tidak tentu arah, dan ia tidak akan pernah menemui kebahagiaan.

Padahal panggung sandiwara bernama dunia ini akan dirobohkan dalam sebuah suasana dahsyat, dalam sebuah hari yang dijanjikan; hari kiamat, hari yang akan mengakhiri semua skenanrio kehidupan di dunia ini. Kematian yang akan memutuskan segala harapannya, kematian yang akan membukakan pintu-pintu lain di negeri yang lain.

Di negeri itu pesta mahsyar akan digelar, disana hari hisab dimulai. Disana hanya ada dua kemungkinan, nobel atau penjara, syurga yang abadi atau neraka yang juga abadi. [ ]

Nobel syurga hanya akan diraih dengan keridhaan Allah, ia hanya akan didapat dengan mengikuti dan mematuhi keseluruhan skanerio Agung melalui tuntunan Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam . Nobel yang nanti akan dianugerahkan oleh Sang Sutradara Raja Diraja di dunia, di hari pembalasan dan hari akhirat yang kekal.

“Genggamlah dunia ini, dengan pemahaman iman dan ilmu. Lalu campakanlah segera sebelum ia mencampakanmu, sebelum ia membutakan matamu, sebelum ia mengikat kedua kakimu, dan sebelum ia benar-benar mengubur tubuhmu”.

Bersiaplah, karena sungguh sang sutradara bisa berteriak "Cut.. Cut..!" kapan saja, seruan yang akan menandai berakhirnya peranan seorang manusia di dunia fatamorgana ini.

Analogi tidak berakhir hingga disini. Layaknya dalam dunia shooting, seorang aktor dan aktris yang baik tidak akan mengeluh jika sang sutradara menegurnya, baik itu dengan sebuah teriakan “Cut..cut!” atau hal lain. Malah seorang aktor professional, ia akan malu atas kesalahannya dalam berakting dan memainkan peranannya. Ia sadar bahwa scene itu harus diulang lagi dengan penjiwaan yang lebih baik. Ia berusaha sebaik mungkin agar bisa menyelesaikannya dan berlanjut ke scenes berikutnya.

Sama halnya dengan aplikasi analogi ini dalam kehidupan nyata, scenes atau adegan tersebut adalah tahapan-tahapan pendewasaan dalam kehidupan dengan berbagai ujian dan rintangannya. Ingat, satu adegan tidak dilakukan disatu tempat saja, bisa di gedung tinggi, bisa di pantai, bisa ditengah kebisingan kota, di dalam gedung ber-AC atau bahkan di tempat tempat kotor dan hina sekalipun.

Tapi, lagi-lagi. Aktor yang baik tidak pernah merasa hina jika ia harus ber-akting di tempat yang hina sekalipun. Karena yang ia inginkan bukan penilaian dari sekitaran, tapi penilaian dari sutradara. Ia selalu ingat bahwa ada camera yang merekamnya!

Subhanallah, begitulah seorang hamba yang baik. Ia tidak peduli dengan hinaan atau komentar manusia, ia sibuk memperbaiki kualitas diri agar dipandang baik oleh Sang Sutradara Alam Semesta. Yang ia perlukan adalah kesan baik dari Tuhan saat nafas di detik terakhirnya di ambil kembali, nilai itulah yang ia butuhkan.

Begitupun hal yang lebih tinggi dari tingkatan itu. Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam adalah aktor terbaik di semesta ini, dalam pribadinya terdapat berjuta keteladanan. Beliau sholallahu ‘alaihi wa sallam tidak beribadah karena hanya menginginkan nobel syurga saja, tetapi beribadah sebagai ungkapan “terimakasih” kepada Rabb-nya. [ ]

Meskipun tingkatan itu tidak mampu kita capai, namun kita bisa terus mencoba dan mendekatinya. Ini bisa dilakukan dengan terus melatih penjiwaan atau menghadirkan “ruh” dalam ibadah.

Lihatlah… seorang aktor dan aktrispun tidak akan pernah bisa meraih “nobel” jika ia hanya berpura-pura dalam aktingnya, atau hanya karena berharap ingin dilihat sekitaran. Karena yang ia lakukan hanya kepura-puraan, tanpa sebuah penjiwaan. Tentu disana ia akan mendapati kesulitan – kesulitan, misalnya saja saat ia dituntut untuk berakting disebuah situasi dengan adegan menangis.

Analogi yang sesuai dengan seorang munafik yang kesulitan untuk menangis dihadapan Rabb-nya. Sementara ia gemetar ketakutan saat urusan dunianya merugi, padahal dunia ini hanya sandiwara yang tak perlu ia tangisi secara berlarut.

Selayaknya, seorang aktor harus berakting, memainkan dan menjiwai peranannya demi mencari kepercayaan dan penilaian sutradara untuk meningkatkan nilai jualnya dalam sebuah panggung sandiwara ini. Panggung sandiwara sementara yang akan menentukan kesuksesan karir masa depannya. Kesuksesan itu menghasilkan uang, dan uang itu adalah bekal untuk hidupnya di dunia nyata nanti.

Seperti panggung sandiwara dunia yang selayaknya digunakan untuk mencari bekal di kehidupan yang nyata yaitu akhirat, disanalah sesungguhnya masa depan sebenarnya bagi seorang manusia yang berfikir. Nasib yang harus dirisaukan seorang mukminin mukminat yang berakal.

Tidak sekedar dirisaukan namun dipersiapkan, hal yang harus difikirkan dari mulai ia bangun dipagi hari hingga saat saat terakhir saat ia terlelap dimalam harinya.

“Akhiratlah yang seharusnya kita risaukan, bukan dunia ini”.

Orang bahagia adalah mereka yang piawai dalam mensyukuri dan merelakan diri atas peran yang dipilihkan Allah Subhannahu wa Ta’ala untuknya. Aktor yang sukses dan menjadi besar adalah aktor yang patuh dan mengikuti apa skenario dan arahan-arahan dari sang Sutradara. Mereka menerima serta menjiwai setiap peranan yang diberikan hingga mereka “enjoy’ atau menikmatinya disetiap pentas di panggung sandiwara bernama dunia ini.

.....
BUKU REHAB HATI - NAI
Hal 78 - 84 (Insya Allah, jika ada umur panjang bersambung hingga Hal 450)

Bukunya tersedia, inbox ana langsung dengan format pemesanan: NAMA, ALAMAT, No HP, dan Jumlah Pesanan.

Salam Bahagia
Nuruddin Al Indunissy

Layar Kehidupan #Rehab Hati Bag 10


Jika kita menyimak baik-baik, dalam sebuah film yang disuguhkan terdapat sebuah pesan atau makna berharga yang ingin disampaikan sang sutradara. Namun tidak semua penonton bisa memahaminya, penonton yang tidak konsentrasi tidak akan menangkap pesan tersebut. Yang mereka dapatkankan mungkin hanyalah tawa-tawa sesaat yang akan terlupa sesaat setelah film itu selesai.

Tentunya, seorang sutradara yang hebat sengaja menyembunyikan pesan itu agar penonton berantusiasme tinggi dan bernafsu untuk mengikuti dan menikmati film tersebut hingga selesai!

Jika kita analogikan, hidup ini pun demikian. Lihatlah, disetiap pagi kita dibangunkan untuk hidup kembali di panggung sandiwara dunia ini. Kita mendapatkan berbagai fasilitas yang diberikan Allah Subhannahu wa Ta’ala secara cuma-cuma, Dialah Sang Maha Pengatur, Sutradara Agung alam semesta ini. Yang Maha Kaya (Al Ghaniyy/الغنى) dan Yang Maha Pemberi Kekayaan atau Al Mughnii (المغنى), Yang Maha Mencukupi dan Maha Kuasa Memberikan Kekayaan dan melimpahkannya kepada siapa saja menurut Kehendak-Nya.

“Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (Q.S. Ali ‘Imran: 97)

“Dan kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan yang di bumi, dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah. tetapi jika kamu kafir maka (ketahuilah), sesungguhnya apa yang di langit dan apa yang di bumi hanyalah kepunyaan Allah dan Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji.” (Q.S An Nisa: 131)

Allah Azza wa Jalla dengan Kemahaan-Nya, telah membagi-bagikan "peranan" kepada semua manusia sebagai aktor dan aktris atau khalifah-Nya di bumi ini dengan Perencanaan-Nya yang sangat sempurna. Setiap peranan berjalan bersesuaian dan seimbang dalam masa yang Dia Kehendaki. Kesemuanya terbungkus rapi dalam sebuah tirai Hikmah, tidak ada kedzaliman disana.

Tidak pernah ada aktor atau dan akris-Nya yang dirugikan atas peran-perannya, selama ia taat dan patuh kepada arahan Sang Sutradara. Ada yang duduk sebagai raja, pengemis, konglomerat hebat, rakyat biasa dan berbagai profesi-profesi yang telah dipilihkan sesuai tingkatan pemahaman, ilmu dan kemampuan atau abilitas-nya.

Bukan kebetulah, jika siabang becak mengayuh kakinya  disebuah siang terik. Tanpa siabang becak, mungkin ibu petani yang jauh disana tidak bisa menjajakan sayurannya dipasar-pasar. Si abang becak telah membantunya membawa suplai sayuran dari pak petani di desanya ke kota-kota.

Bukan kebetulan jika pak petani selalu bangun lebih awal disetiap paginya, memelihara padi dipematang sawah hingga ia menguning dan siap panen. Mungkin tanpa padi sang petani, burung-burung yang terbang dari sarangnya akan kembali pulang dengan mengeluh karena tak ada makanan untuk bayi mungil di sangkarnya. Dan begitu seterusnya.

Begitupun dengan berbagai profesi yang manusia jalani, berbagai tingkat pemahaman ilmu manusia yang berbeda-beda, berbagai jenis warna kulit, corak bahasa, negara, kafilah dan seterusnya tak lain kesemuanya adalah bagian dari Perencanaan-Nya dalam peran-peran tersebut agar terjadi keselarasan dan keserasian. Dialah Dzat yang merencanakan semuanya, membentuk rupa-rupa dan jenis berbagai mahluk yang berbeda satu sama lain dengan sifat dan manfaat yang mengagumkan sebagai refleksi Kemaha Indahan-Nya.

  Al Mushawwir (المصور) Yang Maha Membentuk Rupa (memberi bentuk kepada makhluk-Nya).

“Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Q.S. al Hasyr: 24)

“Hai manusia, Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu yang Maha Pemurah. Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuhmu) seimbang, dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu.” (Q.S. Al Infithar: 6-8)

Allah Subhannahu wa Ta’ala Menciptakan dan Membentuk rupa yang berbeda-beda ini bukan tanpa tujuan, dengan berbagai perbedaan ini mahluk-Nya menjadi mudah untuk saling mengenal dan membedakan satu sama lain.

Apakah yang akan terjadi ketika semua wajah manusia sama?
Bukankah seorang istri tidak dapat membedakan mana wajah suami dan mana wajah iparnya?

Apakah yang akan terjadi jika saja semua kambing itu berwarna dan berwajah sama? Bukankah si pengembala tidak bisa lagi membedakan mana kambing miliknya dan kambing tetangganya?
Dan begitu seterusnya.

Begitupun dengan berbagai peranan yang Allah percayakan kepada manusia. Apakah yang akan terjadi, sekiranya jika semua manusia terlahir sebagai putra raja yang kaya raya? Bukankah seorang ratu itu butuh dokter kandungan untuk membantu kelahiran anak sang raja? Bukankah butuh babby sitter untuk mengurusi bayi tersebut? Bukankah butuh guru untuk melatih kecerdasannya? Bukankah butuh guru yang mempersiapkan ruhaninya? Bukankah perlu sopir yang mengantar jemputnya kesekolah? Bukankah butuh pengawal dari prajurit, dan seterusnya.

Semua manusia terlahir dengan mengemban peranan yang berbeda-beda semenjak manusia pertama hingga ummat diakhir jaman! Kesemuanya telah ada dalam Perencanaan dan Pengetahuan-Nya, yang mengetahui setiap details apa yang telah Dia ciptakan.

  Al Khaliq (الخالق) adalah Dzat Yang Maha Pencipta atau, yang telah menciptakan mahluk dari ketiadaan. Dzat Yang Maha Kuasa Menciptakan segala sesuatu yang Ia kehendaki, Yang Menciptakan makhluk-Nya dalam pencitraan keindahan dan kesempurnaan-Nya, seperti para malaikat, manusia, hewan, tumbuhan, jin, matahari, bulan, bintang, galaksi dan segala yang ada pada alam semesta ini.

Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam Surat Ar Rum ayat 20-25 yang menunjukan kehebatan diri-Nya dalam mencipta dan menjaga. Begitupun dalam dimensi yang lebih kecil lagi, semisal dalam penciptaan diri kita yang sangat sempurna ini.

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (Q.S. At Tiin: 4)

Dari kesempurnaan ini kita berangkat untuk dapat mengenal tanda-tanda kebesaran-Nya yang tertanam di dalam diri kita dan kemudian memaksimalkan manifestasi yang telah Allah berikan berupa mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, akal untuk berfirkir dan hati (qalb) sebagai mediasi untuk memfilter atau memisahkan dan mengambil kebaikan dari berbagai peristiwa. Itulah yang kita sebut dengan bahasa hikmah, seorang yang telah dewasa fikirannya hanya akan melihat dari sisi baik semua peristiwa yang menyapanya lalu meresapkannya kedalam dirinya, disanalah seorang manusia dapat belajar dari Semesta-Nya, ia akan dapat mengenal alamNya sebaik kita mengenal diri kita.

Subhanallah!
Karena Dia Yang Menciptakan maka sudah menjadi hal yang teramat pasti bahwa Dia-pun mengetahui atas apa yang diciptakan-Nya.

  Al `Aliim (العليم) atau Yang Maha Mengetahui (Memiliki Ilmu), tiada suatu pun yang luput dari Pengetahuan-Nya, tidak satupun hamba-Nya yang dirugikan atas ketetapan-Nya.

Allah serba mengetahui segala sesuatu baik itu yang ghaib maupun yang nyata, Allah mengetahui setiap ucapan dan perbuatan manusia, Allah tahu persis jumlah butiran pasir yang ada di bumi, Allah juga tahu setiap gerakan yang ada di darat laut dan udara. Allah mengetahui apa yang telah terjadi dan yang akan terjadi dan tidak seorang pun dapat bersembunyi, di manapun dia berada Allah tetap akan mengetahui dan Allah Maha Menatap.

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)” (Q.S. Al An’am: 59)

Dalam menjalankan berbagai peranan yang tercipta tersebut, Sang Sutradara telah memberikan tantangan masing-masing disetiap peran yang diperankan mahluk-Nya. Semua itu pun ada maknanya, semua saling membutuhkan dan melengkapi.

Sang Sutradara dengan Ke Maha-an-Nya, tidak hanya memberikan skenario kepada peran-peran penting saja. Dia telah memberikan keseluruhan skenario agung itu kepada seluruh pemeran baik itu antagonis, protagonist – atau bahkan peran-peran figuran sekalipun – dan semua bisa mempelajarinya. Bahkan jika kita lihat lebih dalam, dalam pandangan Islam tidak pernah ada peran figuran, semua manusia adalah “Pemeran Utama” yang memiliki lakon sendiri.

Al Qur’an adalah skenario agung dari Sang Sutrada, skenario yang terjaga dari masa kemasa, menjadi sumber hukum bagi milyaran manusia. Skenario yang benar dari Yang Maha Benar, yang membenarkan dan diakui kebenarannya. Skenario yang terjaga oleh Penjagaan Al Hafiz (الحفيظ) atau Yang Maha Menjaga.

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Q.S. AL Hijr : 9)

Atas Kekuasaan dan Kehendak-Nya, Allah Subhannahu wa Ta’ala juga telah menurunkan seorang Rasul untuk menghantarkan pesan, menerjemahkan skenario agung itu agar mudah dipahami dalam bentuk keteladanan ahlak dan sunnah Rasul-Nya yang kemudian kita kenal dengan al Hadits.

Sungguh Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam adalah insan mulia – yang  tutur katanya bersih dari nafsu, yang tutur katanya berasal dari wahyu – itu telah menerjemahkan skenario agung itu dengan sempurna. Figur dan keteladanan abadi itu tercatat dalam tuangan berbagai riwayat Hadits dan sunnah-sunnahnya. Keseluruhannya menjadi satu kesatuan utuh yang menggambarkan ahlakul karimah al Qur’an.

Sehingga tak ada keraguan, bagi masing-masing perananan – yang ridha dengan peranannya, yang bersungguh-sungguh menjalankan perannya sesuai tuntunan syariat – mereka akan bahagia di panggung sandiwara dunia ini dan kemudian sukses meraih nobel terbaik; bernama Jannah.

Sang Sutradara tidak menilai aktor dan aktris dari peran yang ia bawakan, namun lebih kepada sejauh mana, kredibilitas mereka dalam mengikuti Skenario Agung yang telah Dia wahyukan, sejauh mana mereka bisa menikmati dan mensyukuri perannya masing-masing, dan sejauh mana mereka bersungguh-sungguh dalam peran yang Dia percayakan kepadanya.

Allahuakbar!
Betapa bahagianya seorang beriman karena ia mengimani bahwasannya Allah memberikan peranan ke seluruh mahluknya tanpa akan terjadi kesalahan. Mari kita perkokoh keyakinan kita tentang hal ini dengan mengenal Al Khabiir atau Dzat Yang Maha Mengenal!.

  Al Khabiir (الخبير) adalah Dzat Yang Maha Mengenali setiap hamba dan ciptaan-Nya. Dzat yang Mengetahui Hakikat segala sesuatu hingga hal-hal yang tidak terjangkau akal. Tidak ada rahasia yang tersembunyi dari-Nya, karena tidak ada yang terjadi di langit dan di bumi, tidak ada sebesar atom pun benda yang bergerak ataupun tidak ada berjiwa, yang resah atau tenang, tanpa diketahui oleh-Nya.

“Tidakkah kamu memperhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan Dia tundukkan matahari dan bulan masing-masing berjalan sampai kepada waktu yang ditentukan, dan Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al Luqman: 29)

Manusia itu tidak dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok atau yang akan diperolehnya, namun demikian mereka diwajibkan berusaha.

“… dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana Dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al Luqman: 34)

Allah Subhannahu wa Ta’ala  pun menganugerahkan sifat ini kepada Hamba-Nya yang beriman, sehingga menjadikannya peka terhadap sesuatu. Sehingga ia sangatlah berhati-hati dalam lisan, sikap dan gerak tubuhnya, karena KemahatahuanNya. Selain itu, seorang hamba yang Allah anugerahkan sifat ini, dia akan dapat mengenal hal-hal yang ghaib dan ini merupakan buah dari ma’rifatullah.

Aktor dan aktris yang baik, ia sadar sepenuhnya dan percaya, bahwa peranan yang ia bawakan itu adalah peran terbaik yang telah sutradara pilihkan untuknya, dan mereka memegang teguh kepercayaan tersebut. Mereka bersungguh-sungguh dan bahagia dengan peranan dikeseluruhan hidupnya di panggung tersebut, apapun itu.

“Rasa percaya sepenuh hati, yang diikuti dengan kesungguhan untuk merealisasikannya itulah yang disebut Iman. Dan iman itu tidak akan hadir tanpa adanya pengetahuan, iman itu tidak akan tumbuh sempurna – apalagi hingga berbuah – tanpa adanya keinginan untuk menjaganya”.

Aktor dan aktris yang baik, akan menyadari sepenuhnya bahwasan kehidupan di panggung itu tidaklah nyata. Itu hanyalah sebuah uji coba kepiawaian dalam menjalankan peran yang sepenuhnya harus mengikuti sutradara. Laksana hamba yang mengikuti Tuhan-nya.

.....
BUKU REHAB HATI - NAI
Hal 73 - 78 (Insya Allah, jika ada umur panjang bersambung hingga Hal 450)

Bukunya tersedia, inbox ana langsung dengan format pemesanan: NAMA, ALAMAT, No HP, dan Jumlah Pesanan.

Salam Bahagia
Nuruddin Al Indunissy